Titik Terang Persoalan Denda SIPSDA
Pengurus Pusat PERPAMSI melakukan audiensi dengan Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Kamis (9/1/2025). Dalam audiensi, hadir Ketua Umum PERPAMSI Arief Wisnu Cahyono, Ketua Dewan Pengawas PERPAMSI Hasanuddin Kamal, Anggota Dewan Pengawas A. Teddy Setiabudi, Waka Bidang Kemitraan Sapriansyah, Waka Bidang Diklat Noor Wahid hasyim, serta Direktur Eksekutif Subekti Dr. Subekti.
Ikut mendampingi Wamen PU Diana Kusumastuti menerima audiensi PERPAMSI, yakni Dirjen SDA Bob Arthur Lombogia beserta jajaran, Plt. Dirjen Cipta Karya Endra S. Atmawidjaja beserta jajaran, serta Kepala Biro Hukum Kementerian PU Pujiono.
Salah satu topik yang dibahas dalam audiensi tersebut adakah sanksi atau denda administratif yang berpedoman pada SE Dirjen SDA No.07/SE/D/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi, Reviu, dan Penghitungan Pengenaan Sanksi Administratif, sebagai turunan dari Permen PUPR No. 3 Tahun 2023 tentang Penataan Perizinan dan Persetujuan Bidang Sumber Daya Air, serta PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Mewakili para anggota, PERPAMSI meminta agar dilakukan revisi Permen PUPR No. 3 Tahun 2023. Permen tersebut dinilai tidak selaras dengan Visi Presiden Prabowo yang tertuang dalam “Asta Cita”, yang menargetkan air minum perpipaan tahun 2029 sebesar 40,20 persen (baseline 2023: 19,76 persen). Pemberlakuan denda surut menyebabkan denda administratif nilainya sangat fantastis, yang membuat BUMD AM mengalami kesulitan keuangan. Di samping itu, ketentuan ini kontra produktif dengan upaya percepatan akses air minum yang diatur dengan Inpres.
“Apa yang kami sampaikan ini barangkali sudah berulang-ulang. Kami berharap Ibu Wamen dan jajaran tidak bosan-bosan mendengarnya. Terkait beberapa persoalan mendesak, salah satunya denda SIPSDA, mohon diberikan solusi dan jalan keluar terbaik,” ungkap Arief Wisnu dalam diskusi tersebut.
"Tenggat waktu penyelenggara SPAM untuk menyelesaikan denda administratif SIPSDA hanya sekitar 1 tahun lagi (deadline Maret 2026)."
Aturan is aturan
Sebelum masuk ke dalam substansi diskusi, Wamen PU Diana Kusumastuti menjelaskan bahwa peraturan tentang SIPSDA pada prinsipnya bukan untuk memberatkan pelaku usaha. Aturan ini bertujuan untuk mengelola, mengatur, dan menjaga keberlanjutan sumber daya air agar pemanfaatannya tidak merusak ekosistem dan tetap memenuhi kebutuhan masyarakat, lingkungan, dan pembangunan.
Dikatakan, UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020), yang menjadi payung hukum terkait perizinan pemanfaatan SDA, dirancang untuk mempercepat proses perizinan, meningkatkan kemudahan berusaha, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia. Penataan perizinan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi, mendukung pemerataan pembangunan, serta memberikan perlindungan kepada semua pihak yang terlibat, mulai dari pelaku usaha hingga masyarakat dan lingkungan.
“Dengan adanya UU Cipta Kerja, kita berupaya menertibkan semua. Konsekuensinya banyak, ada yang memberatkan ada yang nggak. Tetapi kalau dihitung secara kumulatif, pasti memberatkan. Jadi, ini harus kita benahi semua,” katanya.
Prinsipnya, sebagai salah satu pembina teknis atau “orang tua” penyelenggara SPAM di seluruh Indonesia, pihak Kementerian PU akan berupaya mencarikan jalan tengah atau solusi terbaik. Namun, Diana mengingatkan, aturan tetaplah aturan. Sebagai eksekutor dari aturan SIPSDA, apabila tidak menerapkan aturan, pihak Ditjen SDA Kementerian PU tentu akan menerima konsekuensinya juga.
Diana juga meminta agar penyelenggara SPAM memperbaiki kinerja dan kualitas pelayanan yang menjadi tuntutan masyarakat. Sambungan rumah (SR) dan lain-lain harus ditingkatkan. Jadi, katanya, mohon mereka juga diberikan peningkatan-peningkatan pelayanan. Kalau kinerja dan pelayanan meningkat, otomatis ada penambahan pendapatan. Meningkatnya pendapatan tentu akan mempermudah pelaksanaan kewajiban-kewajiban, termasuk terkait SIPSDA.
Audiensi Pengurus Pusat PERPAMSI bersama Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Solusi dengan diangsur dan hitung ulang
Wamen PU Diana Kusumastuti dalam rapat menyimak pendapat para peserta diskusi dengan saksama, termasuk pendapat hukum dari Biro Hukum Kementerian PU. Dari tinjauan hukum, solusi untuk melakukan pemutihan sepertinya berat untuk dilakukan. Maka, dengan waktu tersisa hanya sekitar setahun, salah satu solusi terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan cara diangsur (mekanisme dan pengaturannya akan diatur oleh pihak Ditjen SDA).
Sementara, apabila menunggu revisi Permen PUPR No. 3 Tahun 2023, ini tentu akan memakan waktu dan proses yang tidak bisa diprediksi. Alasannya, menurut Bob Arthur Lombogia, pembahasan revisi permen itu sampai di tingkat Setneg. Harus ada sinkronisasi dengan berbagai pihak/instansi yang berhubungan dengan peraturan tersebut.
Di samping itu, pihak Ditjen SDA membuka diri untuk melakukan penghitungan ulang agar nilai denda administratif benar-benar sesuai dengan pemanfaatan SDA oleh penyelenggara SPAM. Contoh terhadap hal ini bisa melihat dari kasus Perumdam Kabupaten Purbalingga. Sebelumnya, akumulasi denda yang muncul terhadapnya adalah sebesar Rp9,6 miliar. Namun, setelah pihak Perumdam Purbalingga dan Ditjen SDA melakukan rekonsiliasi dan penghitungan ulang, ternyata denda administratif yang sesuai dengan pemanfaatan SDA hanya sebesar sekitar Rp2,2 miliar.
“Yang jelas, ini harus diselesaikan sebelum aturan ini berakhir. Karena, sesuai amanat UU, kalau belum dituntaskan harus dilimpahkan ke pengadilan piutang negara. Perlu juga kami sampaikan bahwa hingga saat ini sudah masuk sekitar Rp3,8 miliar (PNBP SDA). Kami bisa monitor secara online. Jadi, kalau waktu habis, mohon maaf kami akan ikuti UU-nya,” pungkas Bob. AZ
Berita lengkap baca Majalah Air Minum Edisi Februari 2025