Percepatan Penyediaan Air Minum: Dari Harapan Menjadi Kekecewaan

Melalui Inpres No. 1 Tahun 2024 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik, Presiden RI menginstruksikan program percepatan akses air minum perkotaan sebanyak 3 juta sambungan rumah (SR) hingga akhir 2024. Namun, karena adanya refocusing progam dan anggaran, program penyediaan air untuk rakyat (sebagian besar) harus ditunda pelaksanaannya.

Wakil Ketua Umum PERPAMSI Arief Wisnu Cahyono, memimpin konferensi pers (press conference) yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (18/9). Ikut mendampingi jajaran Pengurus Harian PERPAMSI; Andi Wijaya Adani (Wakabid Standarisasi dan Sertifikasi Produk SPAM), Rino Indira Gusniawan (Sekretaris Umum), Agus Subali (Bendahara), Subekti (Direktur Eksekutif), serta Agus Sunara (Tenaga Ahli).

Dalam konferensi pers yang dihadiri sejumlah awak media nasional, beberapa isu atau catatan yang menjadi kegelisahan para Anggota PERPAMSI di seluruh Indonesia dikemukakan. Isu yang disuarakan PERPAMSI yakni terkait Program Inpres Nomor 1 Tahun 2024 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik yang dilakukan penundaan. Juga terkait beberapa regulasi yang menghambat yakni; Surat Edaran Nomor 07/SE/D/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi, Reviu, dan Penghitungan Pengenaan Sanksi Administratif sebagai turunan dari Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penataan Perizinan dan Persetujuan Bidang Sumber Daya Air; serta PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Menurut Wakil Ketua Umum PERPAMSI Arief Wisnu Cahyono, ketiga isu ini diangkat karena menjadi hal yang kontraproduktif bagi perjuangan yang dilakukan BUMD AM dalam mengembangkan layanan dasar air minum. Di tengah upaya BUMD AM sebagai ujung tombak Pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat, BUMD AM malah dihadapkan dengan sejumlah hambatan dan kendala, khususnya dari sisi regulasi yang tidak memihak dan komitmen anggaran yang masih belum memadai.

 

"Beberapa BUMD AM merasa sangat kecewa karena telah mengikuti berbagai tahapan, rapat-rapat intensif, koordinasi, survei, bahkan exspose ke media, namun ternyata program tersebut ditunda pelaksanaannya."

Dari harapan menjadi kekecewaan

Air minum/bersih merupakan kebutuhan dasar yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Akses yang mudah terhadap air minum yang layak menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kesehatan, kesejahteraan, dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sayangnya, hingga kini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati akses air minum perpipaan yang layak dan aman. Untuk mengatasi masalah ini, pada Januari 2024, Pemerintah telah meluncurkan program percepatan sambungan air minum perpipaan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2024 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik. Melalui Inpres ini, Presiden RI menginstruksikan program percepatan akses air minum perkotaan sebanyak 3 juta sambungan rumah (SR).

Namun, di tengah berbagai kendala teknis dan non-teknis terkait implementasi program, beredar kabar bahwa kondisi keuangan negara belum memadai untuk men-support instruksi presiden tersebut. Padahal total anggaran untuk program air minum dan sanitasi sebesar  Rp16,6 triliun yang diajukan oleh Kementerian PUPR dengan ekivalen 3 juta sambungan rumah (SR) dialokasikan untuk mendukung program percepatan layanan penyediaan air minum di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2024. Namun demikian, dari total pengajuan sambungan rumah (SR) yang disetujui di 151 kota kabupaten/34 provinsi sebesar 363.263 SR, yang bisa lanjut di tahap lelang sesuai ketersediaan anggaran hanya 47.364 SR (13 persen). Sisanya yang akan dilelang tahun depan sebanyak 315.901 SR.

Tentu hal ini memberi dampak yang besar bagi masyarakat yang sedang menunggu dan dijanjikan untuk dipasang sambungan rumahnya,” ujar Direktur Eksekutif PERPAMSI Subekti.

Lebih lanjut, menurut catatan Kementerian PUPR, terdapat 165 paket kontraktual tender/ seleksi dalam rangka pelaksanaan Inpres Nomor 1 Tahun 2024 yang telah dilakukan proses tender/seleksi oleh BP2JK Ditjen Bina Konstruksi. Namun, dari 165 paket tersebut, sebanyak 49 paket dilanjutkan proses tender/seleksinya dan sudah tersedia anggaran pada DIPA. Dengan kata lain, terdapat 116 paket lainnya yang tidak tersedia anggaran dan masih dalam rangkaian proses tender/seleksi. Berdasarkan arahan Menteri PUPR tanggal 6 September 2024, kegiatan Inpres yang belum mendapatkan anggaran di TA 2024 telah disetujui untuk ditunda pelaksanaannya ke TA 2025.

Akibat penundaan kegiatan Inpres tersebut, beberapa BUMD AM merasa sangat kecewa karena telah mengikuti berbagai tahapan, rapat-rapat intensif, koordinasi, survei, bahkan exspose ke media, namun ternyata program tersebut ditunda pelaksanaannya. Tak hanya itu, beberapa BUMD AM bahkan dianggap hanya PHP oleh warga yang sudah dinyatakan layak mendapat bantuan program Inpres tersebut.

“Kita BUMD AM kecil sudah keluar biaya survei, koordinasi, dan sudah expose ke media bangga dapat 2.000 SR ujung-ujungnya zonk, PHP semua,” keluh Entis Sutisna, Dirut PT Air Minum Robongholo Nanwani Jayapura (Perseroda).

“Gelagat dari awal pas di Jakarta dikumpulkan ada dana Inpres Rp16 triliun untuk PDAM se-Indonesia, ternyata PHP saja. Jangankan untuk Inpres, semua BUMD AM sekarang diperiksa pajak, ujung-ujungnya harus bayar pajak,” ujar M Zein Mustain, Dirut Perumda Air Minum Tirta Bumi Sentosa Kabupaten Kebumen.

“Kami salah satu korban percepatan Inpres hibah air minum perkotaan,” tambah Katrina Rapar, Direktur Perumda Air Minum Jereukom Merauke.

Inpres percepatan penyediaan air minum yang menyasar masyarakat perkotaan, diarahkan untuk memanfaatkan kapasitas produksi sistem penyediaan air minum (SPAM) yang belum terpakai (idle capacity) di daerah sebesar total 25.500 liter per detik. Awalnya, program ini menjadi kabar baik di tengah seretnya pertumbuhan akses air minum perpipaan bagi masyarakat. Terlebih bila mengacu pada isu dan permasalahan sektor air minum yang masih berkutat pada cakupan pelayanan yang rendah namun di sisi lain masih tersedia idle capacity yang masih tinggi.

Hingga 2022 capaian akses air minum perpipaan berdasarkan data BPS 2023 sebesar 19,76 persen. Di tingkat ASEAN capaiain ini termasuk terendah dibanding capaian layanan air perpipaan negara tetangga seperti Singapura 100 persen; Malaysia 95 persen; Thailand 71 persen; Philipina 60 persen; Myanmar 27 persen; Kamboja 25 persen. Untuk akses sanitasi, hingga tahun 2022 baru mencapai 10,16 persen dari target 15 persen di tahun 2024, yang menempatkan Indonesia pada posisi terendah di negara ASEAN.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, target pemasangan air minum adalah 10 juta sambungan rumah (SR). Hal itu tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024. Namun, hingga tahun 2023, baru tersambung sebanyak 3,8 juta SR baru. Nah, gap yang hampir 6,2 juta inilah yang coba diakselerasi melalui Inpres No. 1 Tahun 2024. Kementerian PUPR selaku leading sector, memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk program air minum dan santasi nasional hingga 2024 total mencapai Rp16,6 triliun.  AZ