Kerja Keras Gali Sumber Air Baku Baru
Kota Balikpapan berada di kawasan pesisir. Tidak ada sungai ataupun sumber mata air. Sebagian besar air baku yang didapat oleh Tirta Manuntung untuk memproduksi sekitar 1.370 liter per detik air adalah dari waduk tadah hujan. Ada dua waduk besar yang mendukung pemenuhan air baku. Pertama, Waduk Manggar dengan kapasitar 16 juta meter kubik dengan surat izin pemanfaatan air (SIPA) 1.000 liter per detik. Kedua, Waduk Teritip, yang diresmikan Presiden Joko Widodo 2019 lalu, dengan kapasitar 2,4 juta meter kubik dengan SIPA 200 liter per detik. Sisanya memanfaatkan air sumur dalam, dengan total kapasitas 200 liter per detik.
Menurut Haidir Effendi, sambil menunggu sumber air baku baru, strategi yang dilakukan pihaknya adalah menekan angka NRW untuk bisa mengoptimalkan kapasitas yang ada agar bisa maksimal dalam melayani warga.
Upaya-upaya untuk mencari sumber air baku baru terus dilakukan Tirta Manuntung. Menurut Direktur Utama Perumdam Tirta Manuntung, Haidir Efendi, untuk rencana jangka pendek, pihaknya terus mencari sumur dalam baru. Namun, diakuinya, Balikpapan itu tidak punya air dalam dengan kualitas dan kuantitas yang bagus. Karena, secara topografi memang tidak memungkinkan untuk mengeksplorasi air baku dengan kuantitas yang mencukupi.
“Untuk jangka panjang, kami berharap ada semacam SPAM Regional. Karena, memang potensi air yang banyak itu ada di daerah tetangga. Kalau di daerah administrasi Balikpapan sudah sulit sekali mencari sumber-sumber air baku yang ideal,” tambah Haidir.
Selain itu, komunikasi dengan pemangku kepentingan guna menambahkan jumlah air baku juga terus dilakukan. Bahkan, permasalahan kekurangan sumber air baku selalu disampaikan Haidir setiap rapat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, sebagai pihak yang berwenang atas pengelolaan air baku di kawasan Kalimantan Timur. Hanya, menurut Haidir, eksekusinya memang cukup sulit dilaksanakan karena harus membangun waduk. Saluran transmisi air bakunya juga belum ada. Jarak dengan sungai terdekat, yaitu Sungai Mahakam, pun cukup jauh, sekitar 100 km.
Strategi lain yang dilakukan oleh Tirta Manuntung adalah manajemen pengelolaan non revenue water (NRW) yang baik. “Strategi yang kami lakukan adalah menekan angka NRW untuk bisa mengoptimalkan kapasitas yang ada agar bisa maksimal dalam melayani warga. Sambil menunggu sumber air baru, semaksimal mungkin kita menekan angka NRW,” tegas Haidir.
Hitungan NRW, bagi Haidir, tidak mutlak hanya fisik saja. Ada pula yang administratif. Hal ini masih dipelajari Haidir dan jajarannya untuk bisa menurunkan angka NRW. Upaya yang dilakukan untuk menekan NRW ini adalah pembentukan district meter area (DMA), studi jaringan, penggantian meter air, dan sebagainya. Haidir pun mengakui telah berhasil menurunkan sekitar 1,5 sampai 2 persen NRW per tahun.
Saat ini, Tirta Manuntung sudah melayani 79 persen warga Balikpapan, dan menargetkan 100 persen di 2021 ini. Haidir mengatakan untuk melayani 100 persen dibutuhkan kurang lebih 2.000 liter per detik, sedangkan saat ini kapasitasnya baru 1.370 liter per detik.
“Di daerah lain ada kapasitas idle, di sini tidak ada. Yang ada malah defisit kapasitas,” tambah Haidir. Sementara, untuk akses air aman, diakuinya sudah 90 persen akses air aman di Balikpapan. Karena, beberapa cluster seperti perumahan, kawasan perkantoran, atau kawasan industri memanfaatkan air sumur dalam sendiri. RZ