Wacana Satu Tarif Air Minum
Adanya gap antara target RPJMN 2020-2024 dan kondisi kinerja BUMD air minum (AM) mendorong pihak DSDN menggulirkan wacana pemberlakuan satu tarif air minum.
Kepala Sekretariat DSDN Happy Mulya menyampaikan bahwa berdasarkan Perpres Nomor 20 Tahun 2020, salah satu target RPJMN adalah 100 persen BUMD AM berkinerja sehat di tahun 2024. Namun, dari 388 BUMD AM yang dinilai kinerjanya oleh Direktorat Air Minum pada tahun 2021, baru 225 BUMD AM (58 persen) yang berkinerja Sehat, 104 BUMD AM (27 persen) berkinerja Kurang Sehat, dan 59 BUMD AM (15 persen) berkinerja Sakit.
Penyebab kinerja BUMD AM belum sehat, salah satunya karena tarif belum memenuhi biaya pemulihan penuh atau full cost recovery (FCR). “Bagaimana sebuah perusahaan bisa sehat kalau harga jualnya lebih kecil dari biaya produksinya?” kata Happy.
Menyikapi wacana ini, Ketua Umum PERPAMSI L. Ahmad Zaini mengatakan bahwa pada dasarnya ia menyambut baik maksud agenda dari DSDAN tersebut. Hal ini merupakan bentuk perhatian negara untuk dapat mempercepat target perluasan cakupan pelayanan dan akses air minum pada masyarakat.
Hanya, perlu dicermati lebih jauh mengenai implementasi wacana tersebut. Ada sejumlah tantangan untuk mewujudkannya. Tantangan pertama soal Permendagri mengenai tarif air minum. Permendagri Nomor 71 Tahun 2016 menyatakan mengenai penentuan kebijakan biaya jasa layanan air minum yang ditetapkan setiap kepala daerah. Dengan demikian, kebijakan tarif air minum di masing-masing daerah akan berbeda-beda.
Selain itu, tantangan lain untuk mewujudkan wacana tarif tunggal air minum adalah belum adanya regulator tunggal air minum.
Selain itu, tantangan lain untuk mewujudkan wacana tarif tunggal air minum adalah belum adanya regulator tunggal air minum. Menurut Zaini, jika sudah terbentuk regulator tunggal, mungkin saja wacana tersebut mewujud. Meskipun nantinya akan dianggarkan APBN, tetap saja masih sulit kalau harus mencari satu-satu BUMD AM yang minus dan harus diberikan subsidi. Mekanisme penetapan subsidinya juga akan memiliki tantangan besar.
Karakteristik penyelenggara SPAM yang berbentuk BUMD berbeda dengan PLN atau Pertamina yang merupakan BUMN. Pertamina dan PLN, meskipun ada di tiap daerah, kebijakannya ada dalam satu manajemen. Jadi, PLN mudah menetapkan tarif tunggal. Berbeda dengan BUMD AM yang tarifnya berbeda-beda di tiap daerah.
Kalaupun nanti ada tarif dasar tunggal, mungkin akan ada potensi gejolak bagi daerah yang tarifnya selama ini jauh lebih rendah dari tarif dasar tersebut. Kalau mau, negara hadir melalui kepemilikan saham mayoritas di semua BUMD AM. Kemudian, bentuknya diubah menjadi BUMN yang langsung dikelola pemerintah pusat.
“Jadi, menurut saya, tarif tunggal ini sulit diterapkan. Penetapan tarif sekarang, kan, berbeda berdasarkan UMP, karena karakter daerah tidak ada yang sama. Buktinya, penetapan tarif batas atas dan batas bawah tidak ada yang sama antarprovinsi, meskipun format hitungannya sama,” terang Zaini.
Tulisan selengkapnya di Majalah Air Minum Digital Edisi Nomor 323 Agustus 2022
klik: http://www.majalahdigital.web.id (berlangganan)