UU Air Dituntut Segara Terbit

Hadir dalam diskusi tersebut, perwakilan dari Kementerian Desa, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan juga berbagai asosiasi seperti PERPAMSI, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) dan Aliansi Petani Indonesia (API).

Dalam kesempatan tersebut, KruHa memaparkan hasil kajiannya tentang hak atas air pasca pembatalan UU SDA No. 7 Tahun 2004. Dalam kajiannya Kruha yang disampaikan oleh Henry Thomas Simarmata, tim kajian  menggali  landasan filosofi air dalam konteks norma. Dalam artian, air di bumi Indonesia ini adalah hak rakyat untuk dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Landasan inilah yang harus menjadi tugas negara dalam hal ini pemerintah untuk menerjemhkan norma ini kedalam tata pemerintahan, kebijakan public serta pengembangan pranata sosial cultural masyarakat.  Menurut Henry, tim menambahkan 5 syarat putusan MK atas hak atas air.

 “Dalam syarat hak atas air hasil putusan MK kita tambahkan dua hal yaitu, hubungannya dengan hak atas kesehatan dan juga kesinambungan untuk masa depan,” kata Henry.

Menurut Direktur Esektutif PERPAMSI Ashari Mardiono, isi UU yang akan disusun nanti perlu juga mengatur wilayah air. Selama ini menurut Ashari, batas-batas wilayah kabupaten maupun kota turut serta mengatur wilayah air.

Selain itu, perlu ada aturan yang memberatkan untuk konsumsi air yang berlebih pada setiap orang.“Kebutuhan air untuk tubuh  sebenarnya hanya 20% saja, 80 % lebih karena gaya hidup. Seperti mencuci mobil, mandi berlebihan dan sebagainya. Kebutuhan air orang kota lebih besar daripada orang di desa. Hal ini harus ada aturannya,” kata Ashari.

Untuk PDAM selaku operator, menurut Ashari, saat ini masih ada pemahman yang salah tentang PDAM terutama soal tarif.  Menurut Ashari, PDAM dengan tarif yang belum full cost recovery akan memberatkan untuk operasional, sehingga PDAM sulit berkembang. Kenaikan tarif PDAM bukan bermaksud untuk membenani masyarakat , justru kenaikan tarif itu untuk menambah layanan air ke masyarakat.

“Jadi kalau tarif air tidak naik, PDAM tidak berkembang  maka masyarakat miskin akan sulit terakses ari minum dan itu adalah ketidakadilan.  Masyarakat miskin terpaksa harus membeli mahal sementara yang mampu bisa menikmati air perpipaan. Itulah pentingya tarif FCR,” lanjutnya.

Hasil diskusi tersebut nantinya akan menjadi masukan bagi KruHa untuk melengkapi kajian hak atas air. Kajian tersebut nantinya juga diharapkan dapat menjadi masukan untuk pembuatan UU air yang baru. Saat ini, pemerintah telah mengeluarkan PP 121 dan 122 baik tentang pengusahaan maupun pengelolaan SPAM sebagai landasan hukum. Namun, PP ini sifatnya hanya sementara sambil menunggu disusunya UU yang baru. (danang)