Tanyakan Kebocoran Air, Anggota DPRD Kota Bogor Sambangi PERPAMSI
Menurut Teguh, kedatangan komisi B ke PERPAMSI adalah untuk menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap PDAM Kota Bogor, yang salah temuannya adalah masih tingginya kebocoran air PDAM yang mencapai 33%.
“Kami ingin menanyakan ke PERPAMSI apa saja yang mempengaruhi kebocoran air, kenapa di Bogor masih tinggi. Sehingga kita harap uang yang kita berikan ke PDAM manfaatnya bisa optimal,” kata Teguh.
Menurut Teguh, saat ini cakupan layanan PDAM Kota Bogor sudah mencapai 75%. PDAM juga sudah mendapat untung sekitar 32 Milyar, dimana semuanya dikembalikan ke PDAM untuk meningkatkan pelayanan. Hanyak saja, lanjut Teguh, pihak DPRD ingin mengetahui apakah benar permintaan anggaran PDAM untuk mengurangi kebocoran sudah tepat.
“Ini yang coba kita gali di PERPAMSI teknisnya seperti apa. Kita sebagai dewan mendukung PDAM untuk pelayanan dan kalau bisa 2019 bisa mencapai 100%,” kata Teguh.
Menanggapi hal tersebut, Subekti mengatakan, pada dasarnya istilah kebocoran yang tepat adalah air tak berekening. Air tak berekening ini ada berbagai macam sebabnya, secara umum dibagi dua, ada yang bersifat komersial dan fisik. Untuk komersial misalnya ketidakakuratan meter air pelanggan, sementara untuk fisik seperti kerusakan pipa induk atau tangki reservoar PDAM.
Staf ahli PERPAMSI, Agus Sunara menambahkan, untuk mengetahui kebocoran bisa dilihat dari neraca air yang dimiliki setiap PDAM. Dalam neraca air ini dibagi dua, yaitu konsumsi resmi dan kehilangan air. Konsumsi resmi dibagi lagi menjadi konsumsi resmi berekening dan tak berekening. Resmi tak berekeing ini misalnya, pemakaian air untuk pembersihan pipa PDAM atau air untuk pemadam kebakaran. Sementara untuk kehilangan air dibagi lagi menjadi kehilangan fisik dan non fisik.
Dengan mengetahui neraca air tersebut, tambah Agus, ketika melakukan rapat konsultasi dengan PDAM, anggota dewan bisa menanyakan secara rinci kehilangan air yang dialami PDAM, apakah banyak di fisik atau non fisik.
“Untuk mengurangi kehilangan air secara fisik memang membutuhkan investasi besar karena harus mengganti pipa dan sebagainya. Tapi kalau non fisik relatif tidak memerlukan biaya besar,” kata Agus. (dvt)