Selamat Hari Air Dunia 2018
Sebagaimana diketahui, inisiatif pentingnya memperingati Hari Air Dunia dimulai dari Sidang Umum PBB ke-47 di Brazil, 22 Desember 1992. Pada saat itu, keluarlah Resolusi Nomor 147/1993 yang menetapkan pelaksanaan peringatan Hari Air Dunia setiap tanggal 22 Maret dan mulai diperingati pertama kali pada tahun 1994. Inisiatif ini muncul karena salah satu agenda besar PBB adalah memastikan setiap orang di seluruh dunia untuk mendapatkan akses terhadap air bersih.
Hari ini, tanggal 22 Maret, warga dunia kembali memperingati Hari Air Dunia dengan tema yang diangkat adalah ”Solusi Air berbasis Alam” atau “Nature-based Solutions for Water”. Setiap tahun dirayakan, ia menjadi semacam pengingat pentingnya kesadaran akan krisis air secara global. Karena, nyatanya, di belahan bumi yang lain seperti di India dan negara-negara kawasan Afrika, masih banyak warga yang kesulitan mendapatkan akses air bersih, bahkan disinyalir sebanyak 1.8 juta orang di seluruh dunia terpaksa harus mengkonsumsi air yang terkontaminasi bakteri dari kotoran manusia.
Krisis Air Dunia
Sebagaimana dilansir oleh Los Angeles Times, di Somalia, Sudan, Nigeria, dan Yaman, 27 juta orang tidak mendapatkan akses air bersih. Sementara itu, 12 persen orang di dunia kurang pasokan air minum. Bahkan data yang diterbitkan World Water Council menyatakan, kematian yang diakibatkan oleh air mencapai 3.5 juta jiwa, lebih tinggi dari kematian yang disebabkan oleh kecelakaan mobil dan AIDS. Di Afrika, 319 juta orang yang mewakili 32 persen penduduk kawasan gurun, tidak memiliki persediaan air yang aman untuk diminum.
Majalah The Independent memperkirakan satu dari lima bayi meninggal dalam bulan pertama kehidupan mereka karena sepsis atau infeksi—masalah kesehatan yang sebenarnya bisa dicegah dengan air bersih dan pola hidup higienis. Diperkirakan 42 persen dari semua rumah sakit di wilayah Afrika tidak memiliki akses terhadap air bersih.
WaterAid pada 2016 menyebutkan, lebih dari 40 persen penduduk di 16 negara tidak memiliki akses terhadap fasilitas air, bahkan sumur sekalipun. Komunitas yang terpinggirkan ini harus mengumpulkan air dari kolam dan sungai serta menghabiskan sebagian besar pendapatan harian mereka untuk membeli air bersih.
India menjadi negara dengan penduduk terbanyak yang tidak bisa mengakses air bersih. WaterAid pada 2016 menyebutkan, hampir 76 juta warga India hidup dengan pasokan air seadanya. Setiap hari, puluhan ribu warga India harus melewati sungai menggunakan rakit. Sungai-sungai ini sudah terkontaminasi dengan limbah plastik, industri, maupun limbah rumah tangga. Akibat tak tersedianya air bersih, risiko gangguan kesehatan hingga potensi kelahiran prematur dapat meningkat.
Bagaimana dengan Indonesia?
Meski dikenal kaya akan sumber daya air, sejumlah wilayah di Indonesia justru kerap dilanda krisis air bersih. Menurut WaterAid pada 2016, Indonesia masuk daftar negara dengan penduduk terbanyak yang tidak bisa mengakses air bersih. Indonesia berada di peringkat ke-6 dari 10 negara. Ada sekitar 32 juta orang di Tanah Air hidup tanpa air bersih.
Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sampai tahun 2016, capaian akses air minum baru mencapai 71,14 persen dan akses sanitasi 76,37 persen. Kontribusi air minum perpipaan sendiri diperkirakan baru mencapai 26 persen.
Di lihat dari kondisi geografis, Indonesia seharusnya tidak terlalu khawatir terhadap krisis air karena hampir sebagian besar wilayahnya merupakan perairan. Namun pada kenyataannya dari tahun ke tahun Indonesia mengalami krisis air bersih. Potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat rusaknya daerah tangkapan air dan pencemaran lingkungan yang diperkirakan sebesar 15-35 persen per kapita per tahun. Padahal di sisi lain kecenderungan konsumsi air bersih justru naik secara eksponensial.
Perilaku lain yang juga memicu krisis air bersih di Indonesia adalah pengambilan air tanah yang tidak proporsional, baik untuk industri maupun pertanian. Di kawasan hulu tidak ada penambahan air yang meresap, di bagian tengah terjadi pengambilan berlebih sehingga di kawasan pantai air tanah akan tercemar air laut karena intrusi air laut. Ironisnya, kekeringan dan krisis air bersih terjadi di beberapa daerah meski telah memasuki musim penghujan. Di saat beberapa kota besar mengalami kebanjiran akibat curah hujan yang tinggi, justru permasalahan krisis air bersih dan kelangkaan air masih melanda kota-kota lain di Indonesia.
Sekali lagi, Hari Air Dunia diperingati untuk mengingatkan kita semua, terutama para pemangku kepentingan agar lebih peduli (aware) terhadap kondisi dan tata kelola sumber daya air kita. Selamat Hari Air Dunia 2018. Red