PERPAMSI Minta Pemerintah Beri Keringanan Pembayaran Listrik Penyelenggara SPAM
PERPAMSI bergerak cepat untuk membantu anggotanya yang terdampak pembatasan kegiatan industri dan usaha akibat pandemi Covid-19 akhir Maret lalu. Sebab, para penyelenggara SPAM mulai mengeluhkan menurunnya pendapatan mereka akibat tingginya biaya operasional, terutama listrik.
Direktur Eksekutif PERPAMSI Ashari Mardiono mengatakan, selama ini pelanggan industri dan niaga BUMD penyelenggara SPAM atau PDAM memberikan kontribusi subsidi silang kepada kelompok rumah tanggga dan sosial. Dengan demikian, tarif air minum kelompok sosial dan rumah tangga dapat terjangkau. Ketika kegiatan industri dan niaga berhenti, tentu hal ini sangat berpengaruh pada keseimbangan tersebut. Jika hal ini terus berlangsung, operasional PDAM terganggu. Ujungnya, pelayanan kepada masyarakat pun terganggu.
Di satu sisi, biaya listrik menjadi salah unsur biaya yang cukup signifikan pada total biaya operasi BUMD penyelenggara SPAM. Data menunjukkan, dari 380 BUMD penyelenggara SPAM yang diaudit kinerjanya tahun 2018 lalu, sebanyak 155 beban listriknya di atas 15 persen. Bahkan, ada yang sampai 45 persen dari biaya operasi. Data juga menunjukkan sebanyak 156 penyelenggara SPAM masih dalam kondisi kurang sehat dan sakit. Ada pula 237 penyelenggara SPAM yang tarifnya belum FCR. Hal ini menunjukkan bahwa operasional penyelenggara SPAM masih belum sehat sepenuhnya. Karena itu, PERPAMSI meminta ada kebijakan khusus terkait tarif listrik BUMD penyelenggara SPAM.
“Segera setelah adanya pembatasan kegiatan akibat Covid-19, kita langsung melayangkan surat ke Kementerian BUMN untukmeminta keringanan pembayaran tarif listrik. Sebab, biaya listrik termasuk komponen yang sangat vital bagi operasional BUMD penyelenggara SPAM,” ujar Ashari Mardiono kepada Majalah Air Minum, beberapa waktu lalu.
Dikatakan, saat ini banyak PDAM yang diharuskan memberikan layanan air gratis maupun diskon kepada masyarakat. Jika hal ini tidak diimbangi dengan subsidi Pemerintah, baik berupa anggaran maupun kebijakan keringanan pembayaran listrik, dampaknya ke beban operasional PDAM. “Sampai saat ini, sudah ada sektitar 60 lebih PDAM yang memberikan diskon atau penggratisan biaya air pelanggannya,” imbuh Ashari.
Ia berharap, keringanan biaya listrik yang diberikan oleh Pemerintah adalah dengan memasukkan semua penyelenggara SPAM ke golongan industri. Saat ini, gologan listrik di penyelenggara SPAM bermacam-macam, ada yang golongan bisnis, pemerintah, dan industri. Di setiap golongan itu juga dipecah lagi; ada bisnis satu, dua, dan sebagainya. Sebagian besar penyelenggara SPAM saat ini masuk di golongaan B2 (5.501 VA-200 KVA) dengan tarif Rp1.467 per KWH dan juga I3 (> 200 KVA) dengan tarif Rp1.115 per KWH. Gologan masuk tarif adjustment, yang sewaktu-waktu dapat berubah. Sementara, sedikit penyelenggara SPAM yang bisa masuk ke golongan I2 (5.501 VA- 200 KVA) dengan tarif Rp 972 per KWH. Golongan I2 inilah yang diharapkan PERPAMSI diterapkan di semua penyelenggara SPAM. Jika semua penyelenggara SPAM bisa masuk ke golongan I2, hal ini tentu akan mengurangi biaya operasional cukup signifikan.
Ashari menambahkan, PERPAMSI sebenarnya telah meminta keringanan tarif listrik ini sudah lama, bahkan jauh sebelum pandemi Covid-19. Alasannya, memang berdasarkan keingingan para anggota dan kenyataan di lapangan, tarif listrik sangat memberatkan operasional PDAM. Pandemi Covid-19 ini tentu menjadi momen untuk dapat mewujudkan hal itu. Sampai akhir Mei 2020, belum ada tanggapan dari pemerintah terkait permintaan tersebut. “Bagaimana pun, hak rakyat atas air ini adalah kewajiban negara. Negara wajib memberikan pelayanan dasar bagi rakyatnya,” imbuh Ashari. Danang Pidekso
Artikel ini sudah ditayangkan di Majalah Air Minum PERPAMSI Edisi No. 297 Juni 2020