PERPAMSI Dorong Pengembangan SDM Air Minum di Daerah
Menurut staf pengjar Universitas Diponegoro Semarang, Dr. Ir. Tri Joko, di dalam pengelolaan SPAM harus dilakukan fungsi dasar manajemen seperti perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa dokumen terkait perencanaan, baik perencanaan produksi, perencanaan distribusi, kegiatan operasi dan pemeliharaan, menjadi dokumen yang terpisah.
“Kita mungkin terbiasa dengan laporan pelaksanaan yaitu laporan pelaksanaan produksi, distribusi dan kegiatan unit yang lain. Tapi kita tidak memiliki laporan pemantauan dan laporan evaluasi yang betul-betul menggambarkan kinerja secara keseluruhan dari sisi bidang teknik,” ucapnya saat menjadi narasumber Sosialisasi Bimbingan Teknik (Bimtek) yang diselenggarakan PP PERPAMSI dengan peserta para Pengurus Daerah PERPAMSI, melalui video conference, 14 Juli 2021 lalu.
Dalam paparannya terkait Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan SDM Perusahaan Daerah Air Minum Melalui Pelatihan Kompetensi, Tri Joko mengatakan, diperlukan pelatihan yang lebih terstruktur dalam menjalankan fungsi dasar manajemen. “Saya mengadopsi beberapa catatan penting di dalam buku Roadmap SDM Air Minum yang menyebutkan bahwa aspek core business kita diminta bahwa produksi harus dominan 33 persen, disusul manajemen teknis dan transmisi-distribusi,” tuturnya.
Di sisi lain ia melihat bahwa bila dilakukan pembinaan SDM, bisa dipastikan secara rutin pimpinan perusahaan air minum sebagai supervisor yang memliki peran untuk melakukan supervisi, verifikasi, dan validasi terhadap kinerja SDM. “Evaluasi bisa dilakukan tiap unit SPAM sehingga pengendalian dan keberlanjutan bisa dilakukan,” katanya.
Menurut Direktur Eksekutif PERPAMSI, Ir. Agus Sunara, pelatihan/bimtek difokuskan di daerah terutama untuk jenjang pelaksana.
Dijelaskan pula mengenai penjaminan mutu pelatihan kerja yang memiliki enam komponen. Komponen pertama, kurikulum ditambah silabus dan metode pembelajaran. Komponen kedua, tutor/pengajar dan kompeten. Komponen ketiga, sarana dan prasarana, serta sistem informasi. Komponen keempat, program pelatihan dan anggaran. Komponen kelima, organisasi dan tata kelola. Sedangkan komponen keenam atau yang terakhir adalah materi/modul pelatihan berbasis kompetensi.
Rujukan dari enam komponen tersebut, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. Turunan dari PP tersebut yakni Permenaker Nomor 34 Tahun 2016 tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja.
Dalam kesempatan tersebut, Tri juga menjelaskan mengenai pelatihan unit produksi. Menurutnya, pelatihan ini ditujukan kepada operator dan supervisor yang bertugas dalam mengoperasikan dan memelihara unit produksi yang meliputi bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, dan bangunan penampungan air minum.
Pelatihan lain yang perlu dilakukan pelatihan unit distribusi. Pelatihan ini ditujukan kepada operator yang bertugas dalam mengoperasikan dan memelihara unit distribusi, yang meliputi jaringan distribusi dan perlengkapannya, bangunan penampungan, dan alat pengukuran dan peralatan pemantauan.
Kemudian, ada pelatihan ahli penanggulangan kehilangan air. Dengan pelatihan ini diharapkan peserta pelatihan mampu mengimplementasikan prinsip-prinsip kehilangan air dan merencanakan serta mengendalikan kehilangan air.
Tidak hanya itu, pelatihan terkait Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) juga hal yang penting. Ada tiga paket pelatihan ini. Paket 1 berupa pengenalan RPAM. Pelatihan ini dilaksanakan bagi Direktur PDAM yang berisi tentang materi pengenalan RPAM. Paket 2 yakni manajer RPAM, dimana dilaksanakan bagi kepala bagian di lingkungan PDAM yang berisi tentang penjelasan 11 modul RPAM. Sedangkan paket 3 adalah pelaksana RPAM. Pelatihan tersebut dilaksanakan bagi kepala seksi di lingkungan PDAM yang berisi tentang penjelasan 11 modul RPAM.
Sehubungan dengan RPAM ini, terdapat pula pelatihan penyusunan laporan dokumen. Tujuan pelatihan ini untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan pengetahuan menyusun laporan.
Ada pula pelatihan menyusun laporan berbasis GCG. Tujuan pelatihan tersebut adalah untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan pengetahuan penyusunan laporan. Dalam pelatihan tersebut direksi diwajibkan membuat tiga jenis laporan yakni laporan bulanan, triwulan, dan tahunan. Ketiga laporan disampaikan ke dewan pengawas. Sedangkan dewan pengawas membuat laporan triwulan dan tahunan. Laporan tahunan tersebut disampaikan ke kuasa pemilik modal (KPM).
Selanjutnya, ada pelatihan perencanaan bisnis perusahaan. Tujuannya untuk melatih peserta agar mengetahui dan memahami dengan baik hal-hal yang diperlukan dalam membuat perencanaan. “Pelatihan ini sangat bagus dilakukan PD PERPAMSI dan setelah pelatihan bisa dilakukan uji kompetensi,” katanya.
Direktur Eksekutif PERPAMSI, Agus Sunara, yang turut menjadi moderator dan sesekali ikut memberi penjelasan, mengatakan pelatihan/bimtek difokuskan di daerah terutama untuk jenjang pelaksana. Karena lima tahun ke depan untuk mencapai target pelatihan dengan jumlah yang cukup banyak yakni lebih kurang 40 ribu orang. Tentu hal ini tidak mungkin semuanya dilaksanakan PP PERPAMSI, tapi perlu melibatkan PD.
“Pelatihan Ini akan terus kita dorong. Kita fokuskan pada pengurus daerah yang siap duluan untuk mengadakan pelatihan. Bisa dilakukan 2-3 kali pertemuan, bisa jadi tiap hari atau 2 hari sekali khusus memberi bantuan teknis dan panduan mutu untuk diklat di daerah,” ucapnya lagi.
Dikatakan, PERPAMSI berencana membuat flatform untuk diklat. Ditargetkan akhir tahun ini sudah bisa aktif. “Kami melakukan bimbingan teknis ini agar pelatihan di daerah berjalan lebih awal,” imbuh Agus.
Ketua Departemen Diklat PP PERPAMSI, Haidir Effendi, berharap pelatihan yang dilakukan lebih massif dan tidak terpusat. “Kita ingin pelatihan efektif dan efisien dari sisi biaya dan bisa menyesuaikan kondisi daerah masing-masing,” ujarnya. Ia juga berharap pelatihan yang dilakukan bisa meningkatkan kapasitas SDM air minum di Indonesia. Hendra Jamal