Pemda Didorong untuk Menyehatkan BUMD AM
Pelayanan air minum yang berkelanjutan, tangguh, inklusif, dan tahan bencana dapat terwujud apabila pemda berkomitmen memberikan dukungan bagi BUMD AM sebagai operator pelayanan air minum di daerah. Apalagi, sebagai kebutuhan dasar masyarakat, ketersediaan air minum sangat dibutuhkan dalam kondisi normal maupun bencana. Karena itu, pelayanan air minum yang berkelanjutan, tangguh, inklusif, dan tahan bencana harus dikedepankan.
Menurut Diana dalam siaran pers yang dikirimkan ke awak media, Pemerintah Pusat telah memberikan banyak dukungan berupa pembangunan infrastruktur SPAM yang telah diserahterimakan kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Selanjutnya, infrastruktur ini dikelola BUMD AM. Dengan demikian, infrastruktur yang telah dibangun dapat berkelanjutan dan target peningkatan akses layanan air minum kepada masyarakat dapat segera tercapai.
Hal tersebut dapat diwujudkan apabila pemda memberikan dukungan penuh agar BUMD AM memiliki kecukupan modal untuk mengembangan usahanya secara mandiri. Beberapa dukungan yang dibutuhkan dari pemda, antara lain, memberikan penyertaan modal daerah dan menyesuaian tarif air minum untuk memenuhi tarif full cost recovery (FCR). Jika belum bisa menerapkan FCR, pemda dapat memberikan subsidi.
Melihat tren dalam dua tahun terakhir, rata-rata peningkatan jumlah sambungan layanan (SL) air minum yang dilayani oleh BUMD AM meningkat 4-5 persen per tahun atau 600-700 ribu sambungan langganan per tahun.
Hal lain yang tak kalah penting dan perlu mendapat perhatian pemda dan pemangku kepentingan terkait adalah tingkat kehilangan air (nonrevenue water/NRW) nasional yang masih berada di angka 33,7 persen. Angka tersebut lebih tinggi 8,7 persen dari batas toleransi NRW yang diperkenankan dalam melakukan pengoperasian SPAM.
Berdasarkan Buku Kinerja BUMD AM Tahun 2022, dari 389 BUMD AM yang dinilai oleh Direktorat Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR, ada 237 BUMD AM yang berkinerja Sehat (60,93 persen), 101 BUMD AM berkinerja Kurang Sehat (25,96 persen), dan 51 BUMD AM masih berkinerja Sakit (13,11 persen). Sedangkan rata-rata cakupan pelayanan teknis air minum perpipaan telah mencapai 28,42 persen dari target 30 persen yang tercantum dalam RPJMN.
Melihat tren dalam dua tahun terakhir, rata-rata peningkatan jumlah sambungan layanan (SL) air minum yang dilayani oleh BUMD AM meningkat 4-5 persen per tahun atau 600-700 ribu sambungan langganan per tahun. Namun, peingkatan tersebut belum disertai dengan peningkatan jumlah BUMD AM yang memiliki tarif FCR.
“Masih ada 242 BUMD AM yang belum memiliki tarif FCR sehingga masih beroperasi merugi,” pungkas Diana.
Ditambahkan Direktur Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Anang Mukhlis, pemda juga harus mendorong BUMD AM untuk memiliki rencana bisnis yang dapat diterapkan secara bertahap dan berkelanjutan. Di sisi lain, BUMD AM juga harus berupaya melakukan efisiensi biaya operasional dan mengoptimalkan pendapatan dengan melakukan penurunan tingkat kehilangan air dan menambah sambungan langgan.
Hal tersebut dapat dilakukan secara mandiri atau melakukan kerja sama antar-BUMD AM, antarpemda, kerja sama Pemerintah dengan badan usaha (KPBU), atau kerja sama BUMD AM dengan badan usaha lainnya.
Menurut Anang lagi, guna mendukung peningkatan akses, sesuai kewenangannya, Pemerintah Pusat akan memberikan bantuan program. Bantuan ini diberikan dalam rangka optimalisasi, fungsionalisasi/rehabilitasi, atau pembangunan baru untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum bagi yang memenuhi syarat readiness criteria yang disepakati. Pemerintah juga memberikan Program Hibah Air Minum berdasarkan output based.
“Selain itu, Pemerintah Pusat akan memberikan dukungan kebijakan untuk meningkatkan kemampuan SDM BUMD AM melalui pelatihan bidang air minum di Balai Teknologi Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR,” demikian Anang Mukhlis. Red