Mewujudkan Kepemimpinan yang Visioner
Demikian disampaikan Ketua Yayasan Pendidikan Tirta Dharma (YPTD) Pamsi, H. Haryadi Priyohutomo, di acara pembukaan Diklat Manajemen Air Minum Tingkat Utama Berbasis Kompetensi Angkatan 53 yang digelar secara daring (online), 31 Agustus hingga 3 September 2021.
Diklat yang dibuka Ketua Umum PERPAMSI, H. Rudie Kusmayadi, diikuti 14 peserta yang merupakan para direksi dan para manajer BUMD air minum. Di acara pembukaan diklat tingkat utama yang pertama kalinya dilakukan secara daring tersebut, turut hadir para pengurus/senior/dewan pengawas YPTD Pamsi yakni Rama Boedi (Direktur Pembelajaran Jarak Jauh), Kumala Siregar (Direktur Lembaga Konsultasi), Uki Ashardijanto (Dewas), Budi Sutjahyo (Ketua LDP), Nina Melina (Direktur LSP), dan Hifzillah R Saleh (Sekretaris).
Disampaikan Haryadi, ada dua hal yang harus dicermati para top management, yakni bagaimana memiliki kemampuan mengikuti gelagat perkembangan strategis eksternal, yang meliputi setidaknya tiga dimensi. Pertama, dimensi geografis, kita dipaksa untuk fokus kepada betapa luasnya wilayah pelayanan. Kedua, dimensi demografis, kita harus fokus bagaimana mengembangkan dan melakukan service coverage ratio, melayani manusia secara demografis. Ketiga, sumber daya alam karena ternyata sebanyak 387 PDAM tidak semuanya bisa tidur nyenyak dan air bakunya datang dengan baik.
“Oleh karena itu, tantangan besar kita adalah untuk pelayanan. Peluang besar kita adalah market, pasar yang terus berkembang, regulasi yang juga terus berkembang, serta kebijakan itu sendiri. Hambatan kita adalah perkembangan peradaban, peradaban sosial, peradaban manusia, yang semakin keras. Misalnya saja Ketika air PDAM mati, tidak lagi bertanya kenapa air mati, tapi langsung memaki. Dan itu peradaban,” beber sosok yang akrab disapa Didit.
Tantangan besar kita adalah untuk pelayanan. Peluang besar kita adalah market, pasar yang terus berkembang, regulasi yang juga terus berkembang, serta kebijakan itu sendiri.
Ia melanjutkan, hal kedua untuk menjadi pemimpin visioner adalah memahami situasi strategis internal. Pertama, dengan perubahan kebadanusahaan, ternyata tidak diikuti perubahan budaya kerja dari birokrat ke korporat. Kedua, peradaban yang disebut tadi telah memaksa kita hidup pada paradigma baru. Misalnya sekarang, diklat tidak bisa tatap muka, paradigma teknologi, dan harus dikuasai oleh segenap insan PDAM. Ketiga, kinerja yang kita juga harus tetap fokus.
“Kinerja dalam 18 bulan terakhir telah diganggu oleh suasana pergeseran kerja, work from home (WfH), bekerja hybrid, bahkan remote atau tidak bertatap muka, tidak berdiskusi langsung. Ternyata membangun kejenuhan. Dan itu dipertanyakan oleh segenap manajemen teman-teman karyawan semua, modal pembinaan seperti apa yang kelak harus kita dapatkan? Itu adalah tantangan para pimpinan manajemen tinggi. Terakhir adalah bagaimana kita memahami kemampuan kekuatan sekaligus kelemaham kita,” pungkas Didit. AZ