Diklat Manajemen Air Minum Tingkat Madya Angkatan 74

Demikian disampaikan Ketua Yayasan Pendidikan Tirta Dharma Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (YPTD-PAMSI) Rama Boedi. Hal ini ia sampaikan saat membuka diklat manajemen air minum tingkat madya berbasis kompetensi angkatan 74 dan pelatihan penyusunan business plan angkatan pertama, di Hotel Grand Cempaka Jakarta, 26 Januari 2016.

Selain Rama Boedi dan para peserta, seremoni pembukaan diklat juga dihadiri pembina, senior dan pengurus YPTD lainnya yakni Haryadi Priyohutomo, Budi Sutjahyo, Kumala Siregar, Prawoto dan Hifzillah Raib Saleh. Diklat madya angkatan 74 diikuti 33 peserta, sementara pelatihan penyusunan business plan diikuti 19 peserta dari berbagai PDAM Tanah Air. 

Dilanjutkan Rama, seiring telah diberlakukannya MEA, negara-negara berkembang seperti Indonesia mulai berbenah mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia dari berbagai aspek terkait kompetensi. Dari sekitar 12 sektor jasa, air minum termasuk yang juga dituntut meningkatkan kompetensi SDM. Hal ini, lanjutnya, tidak lain agar para tukang ledeng Tanah Air mampu bersaing, memenangkan dan memperebutkan kesempatan kerja yang terbuka di sektor air minum di level ASEAN.

“Ada 600 juta penduduk di ASEAN. Ini adalah pangsa pasar yang sangat luas. Kesempatan kerja juga terbuka seiring diberlakukannya MEA. Untuk mendukung hal ini, ke depan bidang ke-PU-an juga akan mewajibkan jabatan di sektor air minum harus mengacu pada SKKNI,” jelasnya.

Sebagai institusi yang bertugas mencetak SDM yang memiliki kompetensi, pihak YPTD-PAMSI tentu sangat mendukung kebijakan ini. Terlebih, selama 15 tahun berkiprah, lembaga afiliasi PERPAMSI ini telah mencetak tak kurang dari 4.000 lulusan, dimana separoh dari jumlah tersebut telah memiliki sertifikat kompetensi dari Lembaga Sertitikasi Profesi Air Minum Indonesia (LSP-AMI). LSP-AMI adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Sementara Haryadi Priyohutomo yang mewakili Ketua Dewan Pembina YPTD-PAMSI yang juga Ketua Umum PERPAMSI Rudie Kusmayadi, tak bosan-bosannya mengingatkan tantangan pengembangan air minum yang harus dihadapi para tukang ledeng mulai perlakuan terhadap air baku oleh masyarakat, termasuk lemahnya jaminan  regulasi sumber air baku, tekanan politik di daerah yang kencang, hingga tekanan  finansial yang mempengaruhi mandeknya penyesuaian tarif.

Karena itu, untuk mengantisipasi persoalan klasik yang selalu ia kemukakan sebagai permasalahan fundamental air minum Indonesia, maka para insan air minum harus memiliki cara pikir geo-strategis atau dengan kata lain harus memiliki “kompetensi”. Hal ini sekaligus menjawab tantangan persaingan global atau MEA yang sudah mulai diberlakukan.

Ke depan, menurut Haryadi, syarat kompetensi ini tentunya “diharuskan”, bukan lagi sebagai sekadar “himbauan”. Hal ini untuk menjamin direksi yang profesional dalam mengelola perusahaan. “Apalagi saat ini utang PDAM sudah diputihkan dan target sambungan rumah sudah membentang di depan mata,” pungkasnya. (AZ)