Dampak Pandemi BUMD Air Minum Dipersilakan Ubah RKAP dan Rencana Bisnis

Di masa penanganan dampak pandemi Covid-19, sejumlah BUMD air minum sudah menerapkan kebijakan memberikan keringanan kepada para pelanggan. Jenis keringanannya ialah dari memberikan toleransi kepada pelanggan yang telat bayar, pemberian diskon atau pengurangan pembayaran, hingga gratis pemakaian rekening air untuk golongan tertentu.

Akibat pandemi Covid-19, BUMD air minum yang selama ini sangat mengandalkan sistem tarif subsidi silang (cross subsidy) ikut terdampak dari sisi pendapatan. Sejumlah pelanggan potensial, seperti golongan industri dan niaga, banyak yang berhenti operasi. Sebaliknya,pemakaian golongan rumah tangga dan sosial semakin melonjak.

Mengantisipasi hal ini, Kementerian Dalam Negeri memberikan sejumlah arahan, salah satunya agar BUMD air minum yang terpaksa menggunakan dana sendiri untuk penanganan dampak Covid-19 yang belum tertera dalam RKAP, agar melakukan perubahan RKAP dan BP.Menurut Drs. Komaedi, M.Si., Direktur BUMD, BLUD dan BMD, Ditjen Bina Keuangan Daerah, Kemendagri, bagi BUMD air minum yang sudah meraih laba atau tarifnya sudah full cost recovery (FCR), tidak ada masalah jika memberikan keringanan tarif pelanggan diambil dari dana CSR atau bahkan subsidi dari APBD.

Keterangan gambar: Sumber Dana Kegiatan Penanganan Covid-19 oleh BUMD air minum

 

Namun, bagi yang terpaksa harus menggunakan dana yang belum tertera dalam RKAP, dianjurkan untuk melakukan perubahan RKAP dan BP.  “Kalau tidak dilakukan revisi RKAP dan BP, maka target kinerja yang sudah ditetapkan tidak akan tercapai. Akibatnya, kinerja dan penilaian akan jelek,” ujar Komaedi dalam rapat koordinasi secara online dengan Direktur Eksekutif PERPAMSI,  Ashari Mardiono, Rabu, 13 Mei 2020. Rakor diikuti sejumlah pejabat danstaf di direktorat yang dipimpin Komaedi. Sementara, dari Sekretariat PERPAMSI, selain Direktur Eksekutif, ikut bergabung Tenaga Ahli, Agus Sunara dan Kabiro Penyehatan PDAM, Risma Apriandy.

Komaedi juga mengingatkan BUMD air minum untuk melengkapi administrasi terkait pemberian keringanan atau subsidi tarif air minum di masa penanganan Pandemi Covid-19. Seyogianya, lanjut Komaedi, ada surat dari kepala daerah bahwa ada perintah terkait hal tersebut. “Ini untuk menjaga akuntabilitas atau pertanggungjawabannya,” imbuhnya.

Direktur Eksekutif PERPAMSI, Ashari Mardiono, melaporkan, hingga 13 Mei 2020, PERPAMSI mencatat ada 67 BUMD air minum yang memberikan keringanan atau membebaskan rekening air kelompok pelanggan tertentu. “Tetapi, untuk membebaskan, kami sarankan tidak. Karena, kalau dibebaskan, pemakaiannya melonjak. Maka, kami anjurkan keringanan saja,” katanya.

Dilanjutkan Ashari, ada tiga bentuk keringanan yang dikeluarkan BUMD air minum, yakni pemberian toleransi pelanggan yang telat bayar, pemberian diskon, dan pembebasan atau gratis bagi golongan tertentu. Untuk pemberian diskon dan gratis, lanjutnya, termasuk berat karena faktanya pemakaian air oleh pelanggan komersial (yang bisa mensubsidi), rata-rata menurun. “BUMD air minum/penyelenggara SPAM yang tarifnya sudah FCR masih mampu. Sementara, yang belum FCR sudah mulai kelimpungan,” imbuhnya.

Dari tiga sumber pendanaan penanganan Covid-19 sektor air minum, yakni dari BUMD, CSR, dan APBD, sumber yang terakhir (APBD) sepertinya paling menjanjikan. Namun, hingga artikel ini ditulis pertengahan Mei 2020, belum ada satu pun daerah yang mengimplementasikannya. “Wali Kota Bitung sebetulnya termasuk aktif dalam hal (rencana) pemberian subsidi. Ia menanyakan kepada PDAM, kalau pelanggan golongan rumah tangga, menengah, dan sosial dibebaskan, berapa APBD harus nombokin? Dihitung, 200 jutaan. Yah sudah, itu dianggarkan dalam APBD perubahan. Nah, itulah yang betul kalau teman-teman mau subsidi,” tambah Agus Sunara.

Selama ini, lanjutnya, para penyelenggara SPAM terlalu nyaman dengan tarif subsidi silang yang cukup tajam. Padahal, amanat dua Permendagri tentang tarif, BUMD air minum yang menjual untuk golongan rumah tangga paling tidak sama dengan tarif dasar. Tetapi, faktanya banyak yang menjual untuk golongan rumah tangga di bawah biaya dasar. “Banyak yang merasa nyaman karena mengandalkan industri dan niaga (subsidi silang). Tapi, Ketika kondisi sekarang rapuh, industri dan niaga berhenti beroperasi, bahkan ramai-ramai mengusulkan penundaan pembayaran. Maka, yang terjadi, pendapatan turun, efisiensi juga jatuh. Cashflow dan proyeksi laba juga terganggu. Yang sudah memberanikan diri CSR, jangan salah, yang tadi labanya cuma tipis-tipis saja belum tentu akan laba, bagaimana mau berbagi CSR?” beber Agus.

Selain terkait sumber dana penanganan Covid-19 di sektor air minum, dalam rakor daring juga dibahas terkait penilaian kinerja BUMD air minum di masa pandemi. Ke depan, Komaedi berharap ada kerja sama atau sinergi yang lebih erat antara Kemendagri dan PERPAMSI. Disinggung pula soal Permendagri yang belum kunjung terbit, misalnya tentang organ dan kepegawaian, kerja sama, pinjaman, insentif kepala daerah, serta penilaian kinerja. Pihak Kemendagri menyatakan berupaya keras agar permendagri tersebut dapat segera terbit tahun ini. Selain itu, ada rencana Kemendagri untuk mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri yang berkaitan dengan tupoksi BUMD air minum di masa pemulihan pandemi Covid-19. Ahmad Zazili

Artikel ini sudah diterbitkan di Majalah Air Minum PERPAMSI Edisi No. 297 Juni 2020