BUMD AM Didesak Segera Menuju GCG
Konsep tata kelola yang baik atau good corporate governance (GCG) bukanlah barang baru. Konsep ini sudah mulai diperkenalkan pada 1992 oleh Cadbury Committee of United Kingdom, sebuah komite yang dibentuk pada Mei 1991 dan diketuai oleh Sir Adrian Cadbury untuk menyampaikan laporan bertajuk Aspek Keuangan Tata Kelola Perusahaan. Tetapi, konsep ini masih sangat relevan dan bahkan menjadi kebutuhan mendesak bagi BUMD AM saat ini.
Secara umum, GCG diartikan sebagai suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang digunakan untuk mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, konsep GCG dapat mendorong kinerja perusahaan untuk bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang dan berkesinambungan. Manfaatnya dapat dirasakan oleh pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Dikatakan mendesak, karena kita tahu BUMD AM di Indonesia tengah berjuang menggenjot kinerja, memperluas cakupan pelayanan, serta memberikan pelayanan prima kepada pelanggan. Maka untuk mengejar itu semua, dibutuhkan tata kelola yang baik oleh para operator air minum perpipaan dalam negeri.
Kesadaran itu setidaknya tecermin pada acara Boarding Course Direksi BUMD AM 2023 yang diselenggarakan PERPAMSI di Bogor, (10-11/10) lalu. Pada kesempatan tersebut, konsep GCG dikupas habis dengan menghadirkan narasumber Bonardo AP Pangaribuan, Koordinator Pengawasan Badan Usaha Jasa Air BPKP.
“Selama ini BUMD AM budget-nya ekonomis atau terbatas, sehingga sulit untuk bergerak. Kenyataan ini dijumpai hampir di semua BUMD AM. Hanya beberapa saja yang pendanaannya (funding) sudah bagus. Untuk beberapa BUMD AM yang funding-nya bagus biasanya dengan memanfaatkan dana pihak kedua, yaitu bank,” ujar Bonardo.
Harusnya, lanjutnya, BUMD AM bisa menggunakan ini. Dalam konteks inilah, salah satunya, GCG sangat diperlukan. Pada dasarnya, GCG adalah sekumpulan komitmen atau aturan main serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika. Di samping itu, GCG sangat dibutuhkan untuk menjaga kepuasan para pemangku kepentingan atau stakeholder. Sementara, semua paham bahwa BUMD AM menghadapi banyak stakeholder. Mulai dari Kuasa Pemilik Modal (KPM), karyawan, pelanggan, kreditur, pemerintah, masyarakat, dan kelompok-kelompok lainnya.
Menjadi tugas BUMD AM untuk memperhatikan kepuasan para stakeholder. Di sisi lain, antara satu stakeholder dengan yang lainnya memiliki standar atau parameter kepuasan yang berbeda-beda. Pelanggan, misalnya, akan terpuaskan jika unsur 3K, yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air yang dikonsumsinya terpenuhi. Lain lagi dengan kreditur, yang mengharapkan keteraturan dan kelancaran utang-piutangnya.
“Jadi, output BUMD AM harus memperhatikan interes mereka sebagai stakeholder utama. Supaya perusahaan bisa tumbuh berkelanjutan, BUMD AM harus menjaga kepuasan stakeholder,” urai Bonardo.
Secara umum, setidaknya ada lima manfaat yang didapatkan perusahaan ketika menerapkan GCG. Pertama, dengan pengelolaan sumber daya korporasi secara bertanggung jawab, akan meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable. Kedua, memperbaiki citra korporasi sebagai agen ekonomi yang bertanggung jawab (good corporate citizen) sehingga meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm). Misalnya, menjadi penyumbang dividen, sudah bisa menyumbang pajak.
Ketiga, tata kelola yang baik, dengan sendirinya akan meningkatkan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi. Keempat, memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing. Kelima, melindungi direksi dan dewan komisaris dari tuntutan hukum. RS