ATB Gunakan SCADA Terintegrasi
Kondisi ini menimbulkan kebutuhan air bersih yang cukup tinggi di Pulau Batam. Padahal Batam hanya mengandalkan air hujan sebagai sumber air bakunya yang ditampung dalam lima waduk. Selain itu, tingginya konsumsi air bersih warga jauh melebihi rata-rata pemakaian kota-kota besar di Indonesia.
Bila rata-rata konsumsi air skala kota besar dalam satu harinya mencapai 150 liter per orang, maka di Batam mencapai 199 liter per orang per hari. Sedangkan menurut data di WHO dan Permenkes terkait kebutuhan minimum atas air sebesar 60 liter per orang per harinya.
Penggunaan air bersih di Batam sendiri setiap tahunnya selalu bertambah. Pada tahun 2015 mencapai 2.948 l/d, sedangkan pada 2016 mencapai 3.154 l/d. Diprediksi pada tahun 2017, 2018 dan 2019 pemakaian air di Kota Batam bakal mencapai 3.375 l/d, 3.611 l/d dan 3.864 l/d.
Menyikapi kondisi tersebut, PT Adhya Tirta Batam (ATB) melakukan langkah-langkah strategis agar dapat memperpanjang masa pakai air baku. Apalagi dengan jumlah pelanggan lebih dari 260 ribu dan cakupan pelayanan sebesar 99,5 persen tentunya bukan perkara yang mudah. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi angka kebocoran yang saat inis udha bisa ditekan di angka 15,28 persen pada tahun 2016. Sehingga efisiensi, produktifitas dan efektifitas dalam pengelolaan air bersih bisa lebih optimal.
Di samping itu, teknologi informasi juga menjadi hal yang sangat penting bagi ATB dalam menunjang aktifitas operasionalnya. Salah satu program andalan ATB adalah Supervisory Control And Data Acquisition (SCADA) dan Geographic Information system (GIS) yang sudah terintegrasi dengan baik. Dengan sistem ini, ATB dapat mengontrol kehilangan air dengan basis teknologi informasi.
Menurut Presiden Direktur PT ATB Benny Andrianto, penggunaan SCADA berfungsi untuk memudahkan pengontrolan tingkat kebocoran air. Sistem yang mulai dibangun sejak 2011 secara bertahap, merupakan sistem unggulan yang dikembangkan oleh karyawan ATB secara langsung. “Sistem SCADA yang dimilik ATB sudah terintegrasi dengan baik untuk produksi, distribusi dan pemantauan kebocoran atau NRW. Bahkan sistim ini merupakan satu-satunya di Indonesia,” klaim Benny Andrianto.
Pemanfaatan teknologi juga tampak pada kegiatan operasional lain seperti mobile meter reading untuk pencatatan meter air berbasis layanan gerak elektronik, penggunaan logger untuk mengetahui tingkat tekanan air di suatu wilayah hingga ATB Mobile App yang memberikan kemudahan bagi pelanggan agar bisa mendapatkan informasi tercepat terkait pelayanan ATB.
Sekalipun berbagai terobosan dalam teknologi sudah dilakukan, kebutuhan Batam akan sumber air baku baru sangat penting, dan perlu adanya perhatian serius dari pemerintah. Menurut Benny, ATB hanya bertindak sebagai operator yang mengolah air baku menjadi air bersih, kemudian mendistribusikannya kepada pelanggan, sehingga tanggungjawab penyediaan air baku ada di Pemerintah. (Iman/Media Developer)