Susun Roadmap 2035, Akatirta Rencanakan Pengembangan

Menurut Direktur Akatirta Suparto Edy Sucahyo, beberapa perusahaan air minum memiliki ketergantungan pada Akatirta untuk mendapatkan pekerja berkualitas. Beberapa bahkan banyak yang menitipkan calon-calon karyawannya kepada Akatirta demi menjadi yang terbaik.

Total Akatirta sudah melahirkan lebih dari 900 alumni sejak lulusan pertama pada 2004. Saat ini, total mereka memiliki 450 mahasiswa dengan penerimaan jumlah siswa per tahunnya mencapai 150 orang.

Jumlah itu terasa belum cukup mengimbangi perkembangan usaha penyediaan air minum perpipaan di Indonesia. Situasi itulah yang membuat Akatirta akhirnya menyusun “Roadmap 2035”. Ini adalah sebuah rencana besar yang disusun Akatirta dan didukung Indonesia Urban Water, Sanitation and Hygiene (IUWASH PLUS) dari USAID (United States Agency International Development) dan Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO).

Program dari “Roadmap 2035” akan direalisasikan secara bertahap, diawali pada 2024 ketika Akatirta berubah dari program D3 menjadi D4.

Suparto Edy Sucahyo, Direktur Akatirta Magelang

Menurut Suparto, berkembangnya bisnis air minum dan teknologinya, serta regulasi terkait bidang air minum, membuat Akatirta ingin berkontribusi lebih besar dalam penyiapaan tenaga kerja unggulan. Program dari “Roadmap 2035” akan direalisasikan secara bertahap, diawali pada 2024 ketika Akatirta berubah dari program D3 menjadi D4.

Aktivitas belajar dan ekstrakurikuler mahasiswa.

“Saat ini kita masih D3 dan nantinya menjadi D4. Kemudian, paling lambat pada tahun 2027 menambah satu jurusan,” lanjut Suparto. Ditambahkan, dua jurusan yang akan dipilih Akatirta adalah Bisnis Air Minum dan Teknologi Informasi Air Minum. Dari dua itu, satu jurusan akan dipilih pada 2027, baru kemudian menambah lagi satu jurusan yang tersedia sebelum 2035.

“Titik akhirnya, Akatirta berharap pada 2035, mereka sudah memiliki tiga jurusan. Setelah tiga jurusan, maka namanya menjadi Politeknik di tahun 2035 atau sebelum itu juga boleh. Tapi, berdasarkan road map-nya sampai 2035,” kata Suparto.

Dengan membuka jurusan baru, Akatirta juga mulai mempersiapkan infrastruktur terutama ruang kelas. Saat ini, di Akatirta hanya punya empat kelas untuk belajar-mengajar.

“Kita susun road map agar kita tahu kebutuhannya seperti apa. Kalau tidak ada road map, kita hanya bisa meraba-raba. Road map membuat kita bisa memperkirakan kebutuhan apa saja tiap tahunnya,” tambahnya.

Dosen dan Pengurus Akatirta.

 

Sekilas Aktarita

Akatirta adalah bagian dari 63 perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki jurusan Teknik Lingkungan. Akatirta berdiri di bawah naungan Yayasan Pendidikan Tirta Dharma Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (YPTD Pamsi), lembaga nirlaba yang pembentukannya antara lain diinisiasi oleh PERPAMSI. Sebelum menyandang nama saat ini, lembaga ini  bernama Akademi Teknologi Air Bersih (ATAB) dengan hanya menggelar perkuliahan D1 Teknik Lingkungan.

ATAB sendiri cikal bakalnya lahir dari DPD PERPAMSI Jawa Tengah. Inilah sebabnya kampus Akatirta berada di Magelang. Ketika masih ATAB, kampus ini hanya menerima mahasiswa dari pegawai PDAM mulai tahun 1997 hingga 1999. Barulah pada tahun 1999, ATAB berubah menjadi Akatirta. Namun, baru pada tahun 2000 Akatirta membuka pendaftaran mahasiswa baru untuk program D3. “Jadi, Akatirta sudah ada embrionya sebelum lahir. PERPAMSI melanjutkannya menjadi D3 pada 1999. Jadi, ATAB memiliki alumni tiga tahun,” terang Suparto.

Seiring perubahan menjadi D3, Akatirta membuka kesempatan bagi mahasiswa umum menimba ilmu di kampus mereka. Namun, hingga saat ini, hanya 10 persen dari masyarakat umum yang tidak memiliki keterikatan keluarga dengan perusahaan air minum yang kuliah di Akatirta.

 

Penulis: Tya Marenka

Tulisan selengkapnya di Majalah Air Minum Digital Edisi Nomor 323 Agustus 2022

klik: http://www.majalahdigital.web.id