Porsi Anggaran yang Memadai untuk Air Minum
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menargetkan bahwa tahun 2030 harus tercapai 30 persen cakupan pelayanan air minum aman. Artinya, setengah yang tercapai ini harus diraih dalam waktu enam tahun ke depan. Sementara, dalam enam tahun ini akan ada pada masa pemerintahan yang baru. Siapa pun yang terpilih sebagai presiden RI nanti, PR-nya adalah mewujudkan target yang ditargetkan dalam RPJMN sebesar 10 persen.
“Kalau dikalkulasi, untuk penambahan 10 persen itu paling sedikit kita butuh anggaran Rp300 triliun. Artinya, paling tidak setiap tahun harus mengalokasikan dana Rp50 triliun jika kita ingin mewujudkan RPMJN. Apalagi jika kita ingin mewujudkan Indonesia Emas di 2045 yang harus mencapai 100 persen akses aman air minum, akan makin sulit lagi mencapainya,” ujar Zaini di acara Dialog Terbatas: Program Air Minum dan Sanitasi Capres dan Cawapres 2024, awal Februari 2024 lalu.
Ketua Umum PERPAMSI dan perwakilan timses peserta debat terbatas, di Jakarta (1/2).
Karena itu, PERPAMSI mencoba berdiskusi dengan ketiga tim sukses masing-masing pasangan calon (paslon). Harapannya, masalah air minum ini akan menjadi isu yang bisa diangkat sehingga bisa menjadi pemikiran bersama dan dicarikan jalan keluarnya. Kita boleh berharap agar kondisi atau potret perairminuman yang ada saat ini bisa menjadi prioritas pembangunan di masa pemerintahan baru yang akan datang.
“Sebelumnya saya sudah katakan, kita tidak bisa hanya mengurus stunting karena stunting ini sangat erat kaitannnya dengan air minum. Maka, untuk menyelesaikan persoalan ini, negara harus hadir dalam penyediaan air minum karena air minum adalah kebutuhan dasar, kebutuhan pokok,” imbuhnya.
Apa bentuk kehadiran negara dalam urusan air ini? Pertanyaannya sederhana, beranikah pemerintahan yang akan datang untuk menganggarkan 2-3 persen dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD kabupaten kota untuk sektor air minum? Jika itu mampu dilakukan, ia yakin urusan air minum ini akan jauh lebih cepat penyelesaiannya.
Ketua Umum PERPAMSI memberikan keterangan kepada awak media: Dibutuhkan keseriusan dan perhatian yang lebih besar terhadap sektor air minum dan sanitasi Indonesia yang masih tertinggal.
Zaini meyakini, tatkala persoalan air minum menjadi lebih baik, maka beberapa problem di bidang kesehatan bisa terkurangi. Kita tahu, banyak jenis penyakit itu berkaitan dengan masalah air yang masih pelayanannya masih kurang baik. Artinya, kalaupun ia mengusulkan 2-3 persen anggaran untuk air minum, sebenarnya yang diambil adalah pengurangan dari sektor lain yang menerima akibat dari pelayanan yang kurang bagus ini.
Selain itu, ia juga berharap bahwa pemerintahan yang akan datang dapat merealisasikan terbentuknya badan regulator air. Selama ini, yang mengurus air di pemerintahan pusat itu terlalu banyak. Menyangkut regulasi ada di Kemendagri, menyangkut teknis ada di Kementerian PUPR, dan beberapa kementerian lainnya juga ada.
“Hal ini membuat pengelolaan air menjadi tidak fokus. Karena itu kami berharap ke depan akan hadir badan regulator air minum yang mampu mengawal proses pembangunan program air minum. Dengan begitu, realisasi program akan menjadi jauh lebih cepat,” pungkasnya.
Rois Said/MAM Edisi Maret 2024