PERPAMSI Berpartisipasi Dalam Pembahasan RPP BUMD

PERPAMSI turut serta berpartisipasi dalam rapat pembahasan lanjutan RPP BUMD yang diselenggarakan di salah satu hotel di Jakarta, (29/5) lalu. Rapat mengundang para pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan BUMD. Dari pihak Kemendagri hadir para pejabat yang berkompeten dalam RPP BUMD yakni Akhmad Sudirman Tavipiyono, Riris Prasetyo dan Bambang Arbianto.

Para pihak yang menghadiri undangan rapat dari Kemendagri terdiri dari perwakilan asosiasi BUMD yakni Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah Se-Indonesia (Perbamida), Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo), Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda), dan Badan Kerja Sama Badan Usaha Milik Daerah Seluruh Indonesia (BKS BUMD SI). Hadir pula perwakilan Pemda DKI dan dua BUMD di DKI yakni PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertindo (JakPro).

Dari PERPAMSI hadir Sekretaris Umum Ashari Mardiono, Direktur Eksekutif Subekti dan Tenaga Ahli Agus Sunara. Beberapa perwakilan PDAM dan DPD juga ikut diundang yakni DPD DKI Jakarta, DPD Jawa Barat, DPD Jawa Tengah dan DPD Banten. Tampak pula hadir salah satu penasehat PERPAMSI Haryadi Priyohutomo.

Beberapa hal yang dibahas dalam rapat kali ini yakni kerja sama, penggunaan laba dan penugasan pemerintah. Terkait kerja sama dan pasca dicabutnya UU SDA yang menjadi payung hukum kerja sama, pihak Kemendagri diminta untuk mengatur secara lebih jelas dalam RPP BUMD. Sebagaimana diketahui, dalam salah satu  butir dari enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan SDA oleh Mahkamah Konstitusi diamanahkan bahwa pemerintah masih dimungkinkan memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu.

Untuk penggunaan laba, beberapa peserta rapat sangat mengapresiasi adanya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri tentang Percepatan Program 10 Juta Sambungan Air Minum tahun 2009 sampai 2013 yang menyebutkan tentang pembebasan setoran PAD bagi PDAM yang belum mampu melayani 80 persen masyarakat di wilayahnya untuk digunakan keperluan investasi kembali. SE ini dianggap cukup positif dalam rangka mendorong penguatan permodalan PDAM untuk pengembangan pelayanan. Namun demikian perlu adanya sanksi-sanksi tegas bagi Pemda yang mengindahkan adanya SE ini.

Perihal penugasan pemerintah, Kemendagri diharapkan menjabarkan secara tegas mengenai status badan hukum BUMD , terutama terkait penjelasan yang lebih detail mengenai makna “kekayaan daerah yang dipisahkan”. Hal ini menjadi sangat penting, ketika kekayaan daerah yang dipisahkan dalam bentuk BUMD, dimana pada BUMD tersebut terjadi kerugian, apakah kerugian tersebut termasuk korupsi?

Menurut Hadi Mulya Asmat, Ketua PEPRPAMSI DPD Jawa Barat, salah satu implikasi dari katidakjelasan dan ketidakpastian dari perbedaan korupsi dan kerugian adalah rasa takut Direksi dalam mengelola BUMD. Karena rasa takut dengan “dugaan” korupsi tersebut seringkali membuat gerak langkah Direksi BUMD menjadi lambat karena terlalu berhati-hati, dan bahkan seringkali akhirnya tidak dikerjakan/dilaksanakan. Dan sangat mungkin dalam jangka panjang rasa takut tersebut akhirnya membunuh kreativitas Direksi BUMD. (AZ)