Pencegahan Laporan Auditor Independen Palsu

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) bekerja sama dengan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), Kementerian Keuangan, melakukan Sosialisasi Pengguna Jasa Profesi Akuntan Publik kepada BUMD AM anggota PERPAMSI. Kegiatan webinar tersebut mengusung tema “Mengenal Akuntan Publik dan Mitigasi Laporan Auditor Independen Palsu” yang dilaksanakan Kamis, (29/9).

Tujuan sosialisasi untuk meningkatkan awareness terhadap profesi akuntan publik beserta jasa-jasa profesional yang dapat diberikannya. Karena, sebagaimana diketahui Laporan Auditor Independen (LAI) palsu acapkali dipakai sebagai alat kejahatan berupa tindak pidana penipuan atau penggelapan, korupsi, dan lain lainnya. Di antaranya dipakai untuk mengajukan kredit bank, tender pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintah/swasta. Juga dapat dipakai sebagai persyaratan suatu keanggotaan tertentu.

Modus pemalsuan LAI tersebut biasanya dilakukan oknum yang mengaku seseorang yang memegang izin resmi Akuntan Publik (AP). Oknum tersebut dapat menggunakan nama AP atau Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mempunyai izin resmi, seolah-olah AP/KAP tersebut menerbitkan LAI. Padahal mereka tidak menerbitkan LAI.

Modus pemalsuan LAI biasanya dilakukan oknum yang mengaku memegang izin resmi Akuntan Publik (AP).

BUMD AM sebagai salah satu pemanfaat KAP dan AP tentunya harus juga mewaspadai LAI palsu. Dengan demikian laporan keuangan BUMD AM yang diaudit tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Pada dasarnya, AP merupakan profesi penunjang kegiatan entitas yang berperan  sangat penting  dalam meningkatkan kualitas informasi keuangan melalui jasa audit atas laporan keuangan.

Menurut Firmansyah N. Nazaroedin, Kepala PPPK, Kemenkeu, AP bertugas melakukan audit terhadap laporan keuangan serta mengeluarkan opini atas audit tersebut. Juga berperan memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, dan manajemen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ada unsur pidana bagi orang yang mengaku AP tapi tidak ditandatangani Menteri Keuangan.

“Seluruh jasa ini hanya dapat diberikan oleh AP yang telah mendapat izin dari Menteri Keuangan. Berdasarkan data, terdapat 1.448 orang AP yang izinnya aktif dan terdaftar. LAI palsu adalah LAI yang ditandatangani oleh seseorang yang tidak memiliki izin AP dari Menteri Keuangan,” ungkap Firmansyah.

Sejak 2016 PPPK Kementerian Keuangan sudah menerima 478 aduan yang 23 di antaranya aduan LAI palsu, dan 93 aduan terindikasi kuat merupakan LAI palsu. Hal ini tentu saja akan berdampak negatif bagi para pihak yang menggunakan laporan keuangan sebagai dasar pengambilan keputusan keuangannya.

Untuk mengatasi hal tersebut, PPPK telah menerbitkan Surat Edaran mengenai pendaftaran dan pencantuman QR code LAI yang dapat diperoleh dari aplikasi yang dibuat PPPK. Langkah mitigasi lainnya adalah dengan menghadirkan aplikasi Find Prokeu untuk mengidentifikasi AP dan LAI mana saja yang terdaftar di Kementerian Keuangan.

Di sisi lain, Arief Setyadi selaku Ketua Komite Disiplin dan Investigasi IAPI, mengatakan, IAPI berkewajiban untuk menjaga marwah profesi ini sesuai dengan amanat undang-undang, seperti halnya dalam kasus maraknya kasus laporan auditor independen palsu.

Modus KAP atau AP palsu menerbitkan LAI antara lain dengan memanfaatkan AP yang sudah meninggal dunia, AP/KAP tidak terdaftar di PPPK, atau AP/KAP yang sudah nonaktif. Tetapi dapat juga modusnya dengan memanfaatkan AP/KAP yang sudah nonaktif, serta menggunakan nama KAP yang tidak lengkap.

Dapat juga pelaku tersebut kadangkala menandatangani Laporan Auditor Independen dengan menggunakan nama AP yang resmi (dipalsukan) atau menggunakan namanya sendiri seolah-olah yang bersangkutan adalah sebagai Akuntan Publik dari KAP tertentu.

Pihak IAPI dan PPPK berharap, dengan adanya langkah mitigasi mencegah untuk mencegah LAI palsu, diharapkan akan dapat meningkatkan kepercayaan dari para pengguna jasa terhadap Akuntan Publik.

 

Penulis: Deni Arisandy