PDAM Kabupaten Malinau, Membangun Sistem dengan Pendekatan Kearifan Lokal
Dalam waktu dua tahun berturut-turut, yakni 2017 dan 2018, PDAM Kabupaten Malinau berhasil meraih penghargaan TOP BUMD di Jakarta. Bukan hanya itu yang jadi perhatian. Kategori penghargaan pun meningkat, dari hanya tiga kategori di 2017 menjadi lima penghargaan di 2018. Termutakhir, penghargaan bukan lagi untuk level PDAM melainkan berhasil meraih TOP BUMD, yang artinya PDAM Malinau dinyatakan sebagai salah satu BUMD terbaik di antara BUMD-BUMD lain di berbagai bidang.
Di luar itu, masih ada sederet penghargaan lain, di antaranya PERPAMSI Award 2017 sebagai PDAM dengan tingkat pelayanan terbaik kategori pelanggan di bawah 30.000 SR, tokoh inspirasi, dan sebagainya. Total, dalam dua tahun terakhir setidaknya ada delapan penghargaan diraih PDAM di ujung Kalimantan Utara ini.
Prestasi tersebut tentu tidak didapat dengan jurus “simsalabim”. Ada kerja keras, kerja cerdas, dan komitmen kuat yang ditunjukkan direksi dan seluruh awak PDAM. Tanpa hal itu semua, bisa diyakini PDAM ini akan tetap berada dalam kubangan keterpurukan.
Sistem sebagai Kendaraan
Dihubungi via telepon pada Senin (2/7), Direktur PDAM Malinau Saiful Bahri mengatakan, sebagai nakhoda perusahaan, dirinya concern untuk membangun sistem yang menjadi panduan dan kendaraan seluruh awak PDAM dalam mencapai tujuan bersama. “Sistem yang kami bangun ini betul-betul disesuaikan dengan kondisi dan masalah-masalah yang khas di lingkungan Kabupaten Malinau. Kalau sistemnya tidak pas, kendaraannya tidak cocok, bagaimana kita bisa sampai ke tujuan?” ujar Saiful Bahri.
Saiful menjelaskan, sebagai direktur, ia juga menginginkan PDAM yang dipimpinnya maju seperti PDAM lain. Karena itu, ia tak segan mencontoh sistem yang diterapkan PDAM yang telah maju tersebut. “Namun, kami tidak begitu saja meng-copy paste melainkan disesuaikan dengan kondisi yang ada di wilayah kami. Misalnya, untuk melayani masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman yang belum teraliri listrik, kami tidak bisa membangun SPAM yang untuk menjalankannya memerlukan sistem perpompaan dengan kebutuhan listrik berkapasitas besar. Di situ kami adaptasikan dengan cara membangun, misalnya SPAM dengan sistem gravitasi, atau SPAM yang dapat menggunakan energi terbarukan, dan lain-lain” urai Saiful.
Dengan demikian, setiap kali akan menjalankan program pengembangan, PDAM akan memastikan terlebih dahulu dengan perencanaan yang matang dan memperhatikan kearifan lokal. Hal inilah yang menjadi strategi perusahaan sehingga bisa terus memperbaiki kinerja.
Mandiri Tanpa Intervensi
Prestasi yang berhasil diraih PDAM kecil yang satu ini, hebatnya, ditempuh dengan tingkat kemandirian optimal. Hal ini dimaksudkan bahwa segala upaya perbaikan dan pengembangan dilakukan dengan upaya mandiri tanpa intervensi dari bupati sebagai pemilik, dan bahkan tidak dengan mengandalkan dana hibah dari kementerian terkait.
“Penyertaan modal pun baru dilakukan satu kali, yaitu sebesar Rp 3,6 miliar. Itu pun untuk menutupi kerugian PDAM di awal saya bekerja, sehingga cash flow menjadi nol lagi. Dari situ kami memulai semuanya,” ujar Saiful.
Meski minim penyertaan modal, bukan berarti hubungan PDAM dengan pemilik tidak berjalan harmonis. Sebaliknya, kedua belah pihak bersinergi dengan baik. Bupati Malinau Yansen T.P. begitu memberikan keleluasan direksi untuk berkreasi mengembangkan PDAM di perbatasan Indonesia ini. Tidak ada intervensi yang dilakukan bahkan mendukung setiap program dan terobosan yang dilakukan PDAM.
“Ini yang penting, karena sebagus apa pun sistem yang kami bangun ketika bupati mengintervensi maka sistem itu tidak akan jalan,” ujar Saiful. Hasilnya, dalam dua tahun berturutan pula Yansen dianugerahi penghargaan TOP BUMD sebagai Pembina PDAM Terbaik, yakni tahun 2017 dan 2018.
Sebagai mantan bankir di sebuah bank BUMN terkemuka, Saiful tahu betul bagaimana melakukan efisiensi dan mencari celah untuk menghasilkan nilai tambah bagi PDAM yang dipimpinnya. Karena itu, sejumlah pengembangan dilakukan dengan sistem kerja sama dengan pihak swasta. Dari mulai pembacaan meter sampai sistem District Metered Area (DMA) yang sekarang sedang dibangun, dilakukan dengan kerja sama dengan pihak swasta lokal. Sistem kerja sama (sewa) seperti ini menguntungkan bagi perusahaan karena bisa melakukan efisiensi secara optimal.
Untuk urusan kerja sama ini, Saiful cenderung melawan arus. Ketika PDAM lain memilih bekerja sama dengan pihak swasta berskala besar, ia justru lebih memilih vendor lokal yang secara nominal mewajibkannya membayar lebih mahal dari yang lain. Namun, pemilihan tersebut bukan tanpa sebab. Dengan vendor tersebut, pihak PDAM mendapatkan keuntungan berupa fleksibilitas sistem yang dibangun. Artinya, sistem yang sudah dibangun dapat terus dievaluasi dan dilakukan perbaikan-perbaikan setiap saat sampai sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan PDAM. “Prinsip saya, tidak ada yang mahal ketika sistem yang dibangun tersebut mendatangkan nilai tambah yang sangat signifikan bagi PDAM,” tegas Saiful.
Membangun Komitmen
Last but not least adalah pembangunan komitmen di semua komponen PDAM (SDM) dari level yang paling tinggi hingga yang terendah. Komitmen dimaksud adalah tekad bersama untuk hijrah dari keterpurukan ke kondisi yang lebih baik. “Terlalu jemawa rasanya kalau dibilang kami ingin menjadi PDAM terdepan. Kami lebih merasa pas dengan istilah PDAM yang berkarakter. Dan kami insyaallah sedang mengarah ke sana. Salah satu upayanya adalah dengan menyatukan komitmen di antara semua komponen PDAM,” imbuhnya.
Dengan kolaborasi pembangunan soft skill SDM dan sistem sebagai penunjang, PDAM Malinau berhasil bangkit dari keterpurukan dan bahkan meraih prestasi. Malahan, kini mereka tengah berusaha mengembangkan pelayanan ke daerah-daerah perbatasan yang ada di wilayah Malinau. Sistem yang saat ini terus-menerus dievaluasi dan dan diperbaiki diharapkan dapat menghasilkan satu sistem terbaik yang nantinya akan dikloning dan diterapkan di SPAM-SPAM kecamatan. Semoga terwujud. RS