PDAM Kabupaten Bandung, Maksimalkan TI untuk Pelayanan
Menurut Direktur Umum PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung, Pambudi, sistem TI PDAM Bandung sebenarnya tidak langsung menjadi sempurna, melainkan hasil try and error yang telah dilakukan sejak tahun 1998. Dikatakannya, pada prinsipnya ada dua macam cara sistem informasi yang dapat dibangun oleh PDAM. Pertama yaitu, melalui pihak ketiga. Keuntungan dari cara ini adalah relatif cepat dan juga tidak perlu repot. Syaratnya cuma satu, didukung oleh kemampuan keuangan yang cukup. Hanya saja cara ini juga memiliki kelemahan yaitu ketergantungan.
Ketergantungan baik dari sisi maintenance dan juga data yang dipegang oleh pihak ketiga tersebut. Hal inilah yang membuat biaya menjadi mahal ketika ada perubahan atau upgrade sistem karena kebutuhan yang terus berubah. “Ini kita alami ketika tahun 1998, setiap tahun kita harus membayar miliaran untuk meng-upgrade sistem,” terang Pambudi.
Hal itu pula yang dialami oleh beberapa PDAM besar lainnya yang memiliki ketergantungan kepada pihak ketiga. Hingga saat ini, lanjutnya, beberapa PDAM besar seperti Kota Malang dan Kota Bandung mengeluarkan hingga puluhan miliar setiap tahun untuk TI. Bagi PDAM besar hal ini tentu tidak masalah karena didukung oleh kemampuan finansial yang cukup. Namun bagi PDAM sedang dan kecil tentu akan kesulitan.
Cara kedua, lanjut Pambudi, yaitu dengan membangun sendiri. Keuntungan dari cara ini adalah tidak ada ketergantungan dan data dikuasai sendiri. Hanya saja ini membutuhkan waktu relatif lama, mahal dan juga perlu sumber daya manusia yang memadai.
Konsep yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Bandung adalah menggabungkan keduanya. Yang perlu ditekankan dalam membangun sebuah sistem TI, lanjut Pambudi, setiap PDAM harus memiliki arsitektur sendiri. Ibarat membangun rumah, konsep harus datang dari PDAM mau seperti apa bangunan yang diinginkan. Setelah itu, tukang atau yang membangun bisa dari luar, dalam hal ini pihak ketiga. Hal itulah yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Bandung. “Jangan konsep dan tukang semua dari luar. Itu yang tidak benar,” imbuh Pambudi.
SDM yang Mumpuni
Untuk dapat membuat memiliki konsep bangunan TI sendiri, menurut Pambudi, sumber daya manusia menjadi yang utama. Dalam hal ini, PDAM tentu harus memiliki SDM yang memiliki kemampuan TI. PDAM Bandung saat ini memiliki empat orang tenaga TI yang semuanya berperan sebagai arstitek dalam merancang sistem.
Selain SDM TI, tambahnya, yang harus diperhatikan adalah manajemen TI. Orang-orang TI yang ada harus berpikiran sama dengan manajer TI sebagai leader-nya. Dicontohkan Pambudi, ada PDAM yang memiliki tiga orang TI, tapi ketiganya memiliki pemikiran yang berbeda-beda dan tidak ada manajernya. Akibatnya semua tidak jalan. “Pada intinya untuk membangun sebuah sistem TI perlu visi yang sama antara staf atau orang TI, manajer TI dan juga direksi,” jelasnya.
Yang tidak kalah penting juga adalah pemilihan konsep TI. Asep Permana, Manager TI PDAM Kabuapten Bandung, menyebutnya sebagai sebuah mazhab. Pilihannya adalah terbuka atau tertutup. Layaknya sebuah operasional sistem ada yang berbasis terbuka seperti Linux atau tertutup seperti Windows. PDAM Bandung menerapkan yang terbuka atau dalam bahasa TI dikenal dengan istilah open source.
Mazhab terbuka dalam hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan sistem operasi, software, bahasa pemprogaman dan lain sebagainya. Di PDAM Kabupaten Bandung, lanjut Asep, arsitektur sistem yang dikembangkan di antaranya berbasis WEB, SQL, connection flexible, kompatibel dengan sistem core banking dan juga memperhatikan aspek keamanan. Dengan sistem terbuka ini, meski merek hardware seperti logger, pompa berbeda-beda bisa diintegrasikan menjadi satu kesatuan sistem.
“Jadi konsep sistem itu adalah yang utama. Server, aplikasi, software itu hanya alat. Yang terpenting dalam membangun TI adalah bukan seberapa canggih sistem tetapi apakah bisa berjalan atau tidak,” tandas Asep.
Mulai dari Billing System
Saat ini PDAM Bandung menjadi salah satu mentor dalam Program Kemitraan Solidaritas (PKS) PERPAMSI, khususnya di bidang TI. Menurut Asep, jika PDAM sudah memiliki sistem TI sendiri dan berbeda dengan milik PDAM Bandung memang agak susah untuk merubahnya. Dibutuhkan komitmen kuat direksi untuk merubah konsep TI-nya. Namun, untuk PDAM yang belum memilki TI bisa meng-copy milik PDAM Kabupaten Bandung.
Jika SDM TI-nya ada, lanjut Asep, maka operasional dan maintenance bisa dikelola sendiri. Tenaga TI itu hanya perlu magang selama beberapa minggu untuk mengenal konsep milik PDAM Bandung. Hal itu pernah dilakukan PDAM Pemalang yang mengirimkan tiga orang staf TI-nya untuk magang selama beberapa bulan.
Namun, jika SDM TI tidak ada, perlu pelatihan dan magang yang lebih lama. Untuk operations and maintenance (OM), sementara bisa dititip ke PDAM Bandung. Hal ini yang dilakukan PDAM Pesawaran yang masih menitipkan data billing-nya ke PDAM Bandung.
Dalam memberikan saran kepada PDAM, lanjut Asep, membangun TI bisa dimulai dari sistem billing terlebih dahulu. Sistem billing ini penting, dari situ proses administrasi menjadi tertib dan terinci. “Jadi administrasi dulu yang dikuatkan baru nanti ke operasional,” katanya.
Setelah sistem billing berjalan lancar, baru berkembang ke sistem lain seperti pemasangan baru, GIS, pelanggan, SCADA, DMA dan sebagainya. Konsep itulah yang dilakukan oleh PDAM Bandung. Saat ini PDAM Bandung setidaknya sudah memiliki 12 sistem monitoring dan aplikasi mulai dari monitoring karyawan, tagihan, e-office, GIS, DMA dan sebagainya.
Secara keseluruhan, menurut Asep, yang terpenting dalam membangun sistem TI adalah konsep dan SDM yang dimiliki. Tidak sekadar copypaste dari sistem TI PDAM lainnya. Tantangan yang sulit juga adalah bagaimana merubah mindset ini dari manual ke digital yang juga perlu komitmen mulai dari direksi hingga karyawan. “Banyak teman PDAM datang ingin copy paste sistem TI kita. Tapi ketika ditanya ada orang yang mengelola, ternyata tidak ada. Hal ini yang banya terjadi pada PDAM yang datang ,” katanya. DP