Menyehatkan Kinerja Keuangan BUMD Air Minum
Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Mendagri Nomor 71 tahun 2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum, akan mulai diberlakukan tahun 2022. Penetapan tarif full cost recovery (FCR) bertujuan agar BUMD air minum memiliki kinerja keuangan yang sehat sehingga dapat meningkatkan cakupan pelayanan secara lebih luas.
Poin penting Permendagri Nomor 21 Tahun 2020 tersebut: Menetapkan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah untuk BUMD AM yang dimiliki Provinsi dan Kabupaten/Kota; serta mendorong penyertaan modal daerah dan/atau mewajibkan pemberian subsidi dari APDB kabupaten/kota, apabila bupati/wali kota menetapkan tarif di bawah pemulihan biaya secara penuh (full cost recovery) pada saat pelaksanaan evaluasi Raperda tentang APBD kabupaten/kota.
Direktur PDAM Tirta Singkil Kabupaten Aceh Singkil, Yusbar, sangat bersyukur dengan adanya kebijakan tersebut. “Alhamdulillah dengan adanya Permendagri Nomor 21 Tahun 2020, mudah-mudahan bisa menjadi pijakan dan kekuatan serta solusi bagi Pemkab Singkil. Karena pada tahun 2012 pernah disetujui kenaikan tarif, namun tidak bisa terlaksana akibat banyaknya komplain dari masyarakat,” ujarnya.
Ia melanjutkan, bagi PDAM Tirta Singkil akan merasa lebih lega dan nyaman bila kebijakan ini bisa terlaksana, karena tidak terlalu membebani pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan sejak tahun 2014 hingga saat ini, Tirta Singkil secara resmi dan sah mendapatkan subsidi tarif berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan yang terbaru Permendagri Nomor 70 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Subsidi dari Pemerintah Daerah kepada Badan Usaha Milik Daerah Penyelenggara Sistim Penyediaan Air Minum.
Dengan dirampungkannya Permendagri 21/2020, Kemendagri dinilai telah ikut mendorong peningkatan kinerja BUMD air minum di seluruh Tanah Air.
“Akan tetapi yang disubsidi bukan yang terdistribusi melainkan yang terpakai (DRAD), sehingga full cost recovery belum terpenuhi,” terangnya. Ditambahkan, Tirta Singkil merupakan salah satu PDAM di Aceh dengan biaya pengolahan air dan operasional yang sangat tinggi karena sumber air bakunya merupakan sungai yang terpanjang di Aceh, dimana airnya senantiasa dan setiap saat keruh, terlebih di musim hujan. Begitu juga dengan operasionalnya, semua dengan sistem pompanisasi sehingga harga pokok produksi (HPP) tinggi dan mengakibatkan tarif air-nya juga tinggi.
Rosi Pardedi, Direktur PDAM Tirta Gunung Kila Kabupaten Aceh Barat Daya menambahkan, pada dasarnya pihaknya mendukung penetapan tarif atas dan tarif bawah untuk BUMD air minum sesuai Permendagri 21/2020. Namun, ia menilai, kontrol dan campur tangan pemerintah pusat dan provinsi dalam rangka interupsi alokasi anggaran subsidi dan hal-hal lain sesuai amanat permendagri tersebut, justru sangat penting.
“Agar tujuan pencapaian PDAM sehat dan FCR melalui permendagri tersebut benar benar terwujud. Provinsi (gubernur) maupun mendagri harus benar-benar fokus terhadap kompensasi tersebut. Terlebih, pada masa pandemi dan efek pandemi hingga beberapa tahun ke depan yang menyebabkan pemerintah daerah mungkin akan berat dalam alokasi khusus terhadap kompensasi air minum. Ini yang harus serius dan benar-benar dilaksanakan oleh pemerintah,” katanya.
“Dengan dirampungkannya Permendagri 21/2020, Kemendagri telah ikut mendorong peningkatan kinerja BUMD air minum di seluruh Tanah Air, sesuai tugas dan kewenangannya. Permendagri 21/2020, menetapkan perhitungan FCR yang dilakukan menggunakan FCR murni, dengan kebocoran faktual. Jadi, tidak lagi memakai hitungan penambahan laba 10 persen,” ujar Najamuddin, Direktur Perumdam Tirta Sejiran Setason Kabupaten Bangka Barat.
Dengan terbentuknya PD PERPAMSI Kepulauan Bangka Belitung, Najamuddin juga berharap ada kesetaraan tarif air minum di kabupaten/kota di wilayah Bangka Belitung. Mengingat, biaya operasional, antara lain atas pembayaran listrik dan pengadaan bahan kimia, dan jarak antarwilayah yang tidak terlalu jauh. AZ