Menghindari Permasalahan Hukum Pengadaan Barjas
Karenanya, PERPAMSI DPD Jawa Barat menggelar seminar terkait barjas di Purwakarta, Kamis (1/9) lalu. Seminar yang dibuka Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, dihadiri para direksi PDAM se-Jawa Barat.
Dalam arahannya, Bupati Dedi mengakui pelaksanaan barang dan jasa saat ini memang terkesan menakutkan bagi penyelenggara pemerintah, termasuk PDAM. Pasalnya, para penegak hukum baik itu KPK, kejaksaan dan kepolisian sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi. Akibatnya, proses pembangunan di banyak daerah menjadi lambat yang berujung kepada terlambatnya pelayanan kepada masyarakat.
Terkait dengan pengadaan barjas, kepada para direksi yang hadir, Dedi menawarkan solusi yang ia terapkan juga di PDAM Purwakarta. Di PDAM Purwkarta, proses pengadaan barang dan jasa ditarik serta dilakukan seluruhnya oleh Pemda. Kemudian, baru setelah jadi diserahterimakan ke PDAM. “Biar kita yang berhadapan dengan penegak hukum hal itu akan lebih efektif,” ungkap Dedi.
Dalam kesempatan tersebut, Dedi juga berharap para direksi PDAM bisa terus meningkatkan pelayanan air minum yang lebih baik kepada masyarakat. Menurutnya, manajemen PDAM harus terus berubah mengikuti perkembangan zaman. “Dalam menjawab keluhan pelanggan dan memberikan informasi, media sosial seperti facebook, twitter maupun instagram akan lebih efektif,” kata Dedi, yang mengaku sering mendapatkan komplain soal pelayanan air minum di akun media sosialnya.
Ketua PERPAMSI DPD Jawa Barat Hadi Mulya Asmat mengatakan, seminar barjas ini sangat penting bagi PDAM. Menurutnya, tidak sedikit direksi PDAM yang tersangkut masalah hukum gara-gara persoalan ini. Oleh karena itu, kata Hadi, pihaknya mengundang perwakilan baik dari LKPP, BPKP maupun Kejaksaan Tinggi Jabar selaku pembicara untuk memberi penjelasan dan pemahaman. “Sehingga ketika para direksi PDAM melangkah tidak ada keraguan,” kata Hadi dalam sambutan pembukaannya.
Diskresi Direksi
Dalam seminar tersebut, selaku pembicara Budi Karyawan dari Kejati Jabar menuturkan setiap direksi PDAM memang memiliki diskresi untuk menetapkan besaran nilai barang dalam penunjukan langsung. Namun demikian, nilai barang yang ditetapkan harus proporsional dan tidak semua melalui penunjukan langsung.
Misalnya, diskresi untuk penunjukan langsung dengan nilai maksimal Rp 2 miliar ke bawah, tetapi barjas yang dilelang semuanya tidak ada yang di atas Rp 2 miliar. Menurut Budi, hal itu tentu tidak benar dan proporsional. “Meskipun diskresi direksi tidak bisa dipidanakan tetapi bila ada temuan yang tidak wajar akan bisa dirunut ke belakang dan bisa menjadi pidana,” ungkapnya. (Dvt)