Indonesia Butuh Peta Jalan Air Minum
Sejalan dengan tema “Water Revolution”, wacana road map air minum Indonesia sengaja diangkat PERPAMSI dalam acara IWWEF 2017, awal September lalu. Wacana ini penting mengingat sampai saat ini belum ada panduan yang pasti dalam pengembangan air minum. Salah satunya terlihat dari sisi regulasi, dimana dua tahun pasca dibatalkannya UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang SDA, UU baru belum juga terbit. Selain itu, juga ada permasalahan kelembagaan, air baku, serta komitmen pemda yang berulang kali dikeluhkan PDAM.
Dalam paparannya, Emil mengingatkan dengan rentetan data dan fakta tentang perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, serta peggunaan dan kondisi air di Indonesia yang cukup memprihatinkan. Beberapa data yang menurut Emil harus menjadi perhatian adalah ketersediaan air permukaan yang tidak merata di Indonesia untuk mensuplai kebutuhan penduduk.
Saat ini, lanjutnya, jumlah penduduk Indonesia terpusat di Jawa sebesar 58 persen dari sekitar 230 juta populasi, sedangkan ketersediaan air di Jawa hanya 4 persen dari total pulau lain di Indonesia, yaitu sebesar 164 juta meter kubik per tahun, terendah dibandingkan Pulau Kalimantan yang menyentuh angka 1,3 juta meter kubik per tahun. Hal ini masih ditambah dengan laju urbanisasi dan industri yang semakin besar di berbagai Kota. Sehingga menyebabkan berbagai daerah sekarang harus mengimpor air dari daerah lain.
Dari sisi kualitas juga tidak kalah pelik. Sungai dan waduk kualitas airnya terus menurun dari sebelumnya kelas 1 sebagai yang layak minum menjadi kelas 3 dan 4 akibat polusi air. “Dari sisi tren kualitas air, juga terus menurun. Dari 44 sungai terbesar di Indonesia hanya empat yang memenuhi standar, itupun kelas 2,” kata Emil.
Dari penyebaran penduduk tersebut, lanjutnya, dukungan terhadap pelayanan PDAM juga terdapat ketidakcocokan besar. Dimana Pulau Jawa justru terendah dalam pelayanan air minum untuk masyarakat. Data menunjukkan area pelayanan PDAM di Jawa hanya 31,9 persen, masih rendah dibanding dengan Sumatera 34 persen dan Sulawesi 37,7 persen. Emil juga menyoroti persoalan manajemen PDAM mulai dari tingginya NRW, tarif yang tidak sesuai dan juga pemilihan direksi PDAM yang tidak profesional.
“Kapasitas penampungan air kita per jiwa tergolong kecil dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Jangan anggap kecil kesulitan yang anda hadapi, air minum kita jauh tertinggal,” kata Emil di depan para peserta seminar.
Selain itu, dari sisi politik, berdasarkan pengalamannya sebagai Menteri Lingkungan dan Bappenas, isu air minum memang jarang sekali dibicarakan di rapat kabinet. Hal ini, menunjukkan bahwa air minum tidak punya bobot politik. Salah satu penyebabkanya adalah banyaknya instansi yang menanganinya. “Tidak ada kementerian yang memperjuangkannya. Saya beberapa kali sidang kabinet tidak pernah membahas air,” kata Emil yang juga mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden di era SBY ini.
PERPAMSI Aktor Penting
Karena tidak ada kementerian yang khusus menangani air, lanjut Emil, saat ini memang belum ada road map air minum di Indonesia. Yang ada saat ini, katanya, hanya sepotong-potong di Kementerian PUPR maupun Bappenas. “Listrik ada road map-nya, minyak juga ada, tapi air saya lihat belum ada,” tukasnya.
Untuk itu, dalam rangka menyusun road map air minum, titik tolak serta pegangannya adalah Nota Keuangan 2018 yang telah ditetapkan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Isi dari nota keuangan tersebut adalah percepatan penyediaan air minum di Indonesia dalam rangka program 100-0-100 di 2019 dan SDG 2030. Ada empat poin utama dalam nota keuangan tersebut yang menjadi pekerjaan rumah PDAM, yaitu tingginya tingkat kehilngan air, tingginya biaya operasional, menajemen internal PDAM kurang handal, serta penetapan tarif yang dibawah harga ekonomi. “Ini officialy ditandatangani oleh Jokowi dan harus dijawab oleh PERPAMSI,” katanya.
Secara lugas, Emil langsung menunjuk PERPAMSI sebagai aktor penting dalam membuat peta jalan air minum ini. Menurutnya, PDAM adalah pelaku yang tahu persis kebutuhan teknis serta medan di lapangan. Setelah pertemuan ini selesai, PERPAMSI harus segera membentuk tim kerja sama antara PERPAMSI dengan asosiasi pemerintah daerah, baik itu gubernur, bupati maupun wali kota. Tim ini merumuskan road map yang berisi action plan dari tahun ke tahun untuk menjawab Nota Keuangan 2018 dari pemerintah.
“Jadi dari tahun ke tahun jelas, 2018 NRW turun sekian, biaya operasi sekian, 2019 sekian dan seterusnya. Working plan ini perlu segera disusun oleh PERPAMSI. Siapa mengerjakan apa jelas di sini,” tegasnya. (dvt)