Focus Group Discussion Ombudsman RI

Dalam pengantar diskusi yang disampaikan Petrus Bela Peduli, Ombudsman melihat bahwa pelayanan kebutuhan air minum/bersih oleh PDAM belum maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya laporan masyarakat yang disampaikan kepada Ombudsman. Sementara, pelayanan air minum di seluruh Indonesia pada umumnya diselenggarakan oleh PDAM yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang sekaligus merupakan bagian dari tugas Pemerintah Daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai UU Pemerintahan Daerah.

Karena itulah, lanjut Petrus, Ombudsman mempertimbangkan perlu melakukan Investigasi Atas Prakarsa Sendiri untuk mendalami permasalahan yang dihadapi oleh PDAM guna mencari solusi pemecahan masalah secara komprehensif dari berbagai aspek yang mempengaruhi. Secara khusus, investigasi tersebut ditujukan untuk memberikan masukan kepada PDAM dan stakeholder terkait dalam upaya memperbaiki kinerja PDAM, terutama menyangkut mekanisme distribusi, pengawasan, serta penyusunan dan penerapan standar pelayanan dan penanganan pengaduan pelanggan.

Sementara, narasumber diskusi, Firdaus Ali menguraikan bahwa masalah yang terjadi di PDAM terjadi dari tataran hulu hingga hilir. Di hulu, menurut Firdaus, PDAM perlu mendapat perlindungan terkait ketersediaan air baku, kuantitas dan kualitas, serta aksesibilitas mendapatkan air baku. Selama ini, hal tersebut masih menjadi masalah yang tak kunjung selesai.

Adapun di level operasional, PDAM juga masih berjibaku dengan masalah komitmen pemerintah daerah selaku pemilik. Tak kalah rumit adalah masih tingginya angka kehilangan air (NRW) dan masalah tarif yang belum full cost recovery (FCR). Itu hanya sekelumit dari banyaknya masalah yang membelit PDAM. Belum lagi di level hilir yang masih harus menghadapi pemakaian ilegal.

Terkait hal tersebut, Firdaus Ali merekomendasikan tiga hal yang harus ditempuh pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelayanan PDAM. Pertama, pemerintah harus menjamin ketersediaan dan keamanan pasokan air baku melalui pembenahan tata kelola air. Selain itu perlu juga ditingkatkan pembangunan infrastruktur serta pengendalian konflik antardaerah.

Kedua, pemerintah harus memprioritaskan penghapusan beban utang seluruh PDAM yang masih sebesar Rp 4,6 triliun melalui mekanisme audit dan pakta komitmen kepala daerah untuk tidak menarik PAD sampai cakupan 80 persen. Ketiga, penurunan inefisiensi (NRW/UFW) harus menjadi prioritas manajemen PDAM baik melalui pendekatan least cost (non-technical) maupun alokasi Capex khusus secara berkelanjutan.

Secara umum, FGD menghasilkan 11 kesimpulan sementara. Dikatakan sementara, karena kesimpulan tersebut akan digodok lagi untuk menghasilkan satu pemahaman komprehensif yang nantiya diajukan sebagai masukan kepada pemerintah. Hal ini sesuai dengan tujuan FGD, yaitu memperoleh masukan guna menyempurnakan hasil investigasi. (dvt)