Ahok Resmikan Teknologi Pengelolaan Lumpur PT Aetra Jakarta

Decanter seharga Rp 22 milyar ini dapat mengolah lumpur sebanyak 1,6 ton per jam. Artinya jika sehari dioperasikan penuh dapat menghasilkan lumpur sekitar 34 ton. Decanter di Pulogadung buatan negara Turki ini merupakan yang kedua dimiliki oleh Aetra dimana sebelumnya sudah dipasang di IPA Buaran. Rencananya, Aetra akan menambah dua alat lagi yang akan beroperasi tahun 2016 nanti.

Dalam kesempatan tersebut, Ahok mengatakan, saat ini memang Pemprov DKI Jakarta tidak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan pelayanan air minum di DKI. Pasalnya, saat ini sedang menunggu proses hukum, yaitu  banding akibat gugatan dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ) yang menang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Kedepan menurut Ahok, Pemprov DKI ingin merenegoisasi kontrak yang tidak menguntungkan masyarakat. Jika nantinya operator diambil alih oleh DKI, yang paling pas, menurut Ahok adalah pembelian saham.

“Kita mau caplok susah, mau kasih penyertaan modal juga tidak bisa. Kita saat ini pasrah saja tunggu putusan. Tapi intinya kontrak jaman Pak Harto itu perlu direnegoisasi karena tidak menguntungkan. Yang terbaik nanti kita beli saham PT Aetra melalui mekanisme B to B,” kata Ahok.

Sementara itu, Presiden Direktur Aetra Muhammad Selim mengatakan, dari awal konsensi sampai dengan tahun 2015 ini, Aetra telah menginvestasikan dana hingga Rp 1,9 triliun. Tahun 2014 lalu misalnya, Aetra menginvestasikan Rp 189 miliar, dimana Rp 50 miliar untuk uprating instalasi dan sisanya rehabilitasi perpipaan dan perluasan cakupan untuk meningkatkan pelayanan dan menekan kebocoran air.

“Di tahun 2015 ini juga masih sama alokasinya. Dengan total Rp 196 milyar, Rp 80 milyar untuk uprating dan sisanya untuk rebilitasi perpipaan. Gedung Decanter ini salah satunya,” kata Selim.

Sebelum menggunakan teknologi Decanter, proses pengolahan lumpur menggunakan metode konvensional berupa bak pengering lumpur yang mengandalkan sinar matahari. Aetra mengklaim mesin seberat 7 ton ini merupakan pengolahan di lingkungan PDAM yang terbesar di Asia Tenggara. (Dvt)