Kejar Pelayanan 100 Persen, PDAM Kota Samarinda Butuh Investasi Rp 2,4 Triliun

Berdasarkan data tahun 2017, jumlah penduduk Kota Samarinda sebanyak 933.949 jiwa dan jumlah pelanggan PDAM Kota Samarinda adalah sebanyak 149.397 SL atau cakupan pelayanan sudah mencapai 96,11 persen (per Desember 2017). Dengan asumsi pertumbuhan penduduk sebesar 5 persen, diperkirakan jumlah penduduk Kota Samarinda tahun 2019 sebesar 1.035.551 jiwa dan tahun 2020 sebesar 1.090.746 jiwa.

Pihak PDAM Samarinda memperkirakan, pada tahun 2020 jumlah pelanggan sebanyak 183.255 unit yang terdiri dari 91 persen sambungan domestik dan 9 persen sambungan non domestik. Target 100 persen pelayanan sendiri direncanakan dicapai tahun 2019 dengan jumlah pelanggan sebesar 173.990 unit. “Meskipun agak sulit dicapai tetapi kita tepat berupaya sekuat tenaga,” ujar Direktur Utama PDAM Kota Samarinda Alimudin kepada Majalah Air Minum PERPAMSI, April 2018 lalu.

Dari hasil perhitungan untuk kegiatan optimalisasi dan pengembangan, pada tahun 2020 PDAM Kota Samarinda memiliki kebutuhan air rata-rata sebanyak 3.134 liter per detik yang terdiri dari kebutuhan domestik sebanyak 2.241 liter per detik dan kebutuhan non domestik sebanyak 207 liter per detik. Saat ini total kapasitas produksi adalah 2.517 liter per detik  dengan memanfaatkan air permukaan sungai Mahakam (13 unit SPAM), dan waduk (2 unit SPAM). Untuk mencapai proyeksi tahun 2020, PDAM Kota Samarinda masih perlu penambahan kapasitas sebesar 617 liter per detik.

Investasi Rp 2,4 Triliun

Untuk melaksanakan berbagai program pengembangan dalam rangka mengejar target 100 persen pelayanan, PDAM Kota Samarinda membutuhkan investasi atau belanja modal yang bersumber dari PDAM, APBD dan APBN. Investasi diperlukan untuk optimalisasi dan rehabilitasi, antara lain perbaikan utilitas produksi dan distribusi, pendidikan dan pelatihan karyawan, pemetaan jaringan, hingga studi kelayakan untuk optimalisasi air baku.

Sementara rencana kegiatan untuk pengembangan, antara lain membangun intake/IPA, reservoir, pemasangan jaringan perpipaan, program penurunan kehilangan air, penyusunan DED untuk SPAM, hingga penambahan daya listrik PLN. Berdasarkan analisa Business Plan tahun 2015-2019, PDAM Kota Samarinda membutuhkan total investasi tak kurang dari Rp 2,4 triliun. Rinciannya dana dari PDAM sendiri Rp 248 miliar, dana APBD Rp 1,3 triliun dan APBN Rp 826 miliar.

Meski membutuhkan investasi yang tidak sedikit, sebagai perusahaan daerah pelat merah, PDAM juga diharapkan dapat memberikan setoran pendapatan asli daerah (PAD). Menurut Direktur Umum dan Keuangan PDAM Kota Samarinda H. Yusriansyah, setoran PAD telah diupayakan. Namun atas saran dari pihak Pemko, setoran PAD untuk sementara diubah menjadi bantuan/CSR yang berguna bagi program Pemko dan masyarakat, misalnya dalam bentuk kendaraan alat pengangkut sampah, gerobak sampah dan lain sebagainya.

Nah, barulah untuk tahun 2018 ini, PDAM Kota Samarinda akan memberikan kontribusi PAD kepada Pemko. “Nilainya sebesar Rp 5,6 miliar sesuai dengan yang telah dianggarkan dalam RKAP 2018. Adapun dasar dari nilai PAD yang disetorkan adalah hasil Laporan Laba Rugi tahun 2017,” terangnya.

Kendala yang Dihadapi

Meski kinerja dan pelayanan menunjukkan trend yang positif (selalu meningkat setiap tahun), namun bukan berarti PDAM Kota Samarinda tanpa kendala atau tantangan. Beberapa kendala yang dihadapi seperti luas wilayah administratif (718 kilometer per segi), topografi daerah pelayanan yang berbukit, sebaran penduduk yang tidak merata, pertambahan penduduk tinggi, kerusakan alam yang mempengaruhi sungai Mahakam sebagai sumber air baku utama, hingga persoalan tarif yang relatif rendah (penyesuaian tarif terakhir dilakukan tahun 2008).

Kendala lainnya yakni tingkat kehilangan air yang masih cukup tinggi, yakni sebesar 39 persen. Sebagai gambaran, kebocoran air teknis dan air tanpa rekening (ATR) PDAM Kota Samarinda pada tahun 2014 tercatat sebesar 36 persen dan tahun 2015 sebesar 38 persen. Sementara proyeksi sesuai Business Plan adalah; tahun 2016 sebesar 33 persen, 2017 sebesar 32 persen, 2018 sebesar 31 persen, 2019 sebesar 30 persen, dan 2020 sebesar 29 persen.

Menurut Direktur Teknik Said Abdul Hamid, pihaknya sudah berupaya mengatasi kehilangan air atau non revenue water (NRW). Langkah-langkah yang diupayakan seperti penggantian dan peneraan water meter, penertiban sambungan ilegal, percepatan perbaikan kebocoran, hingga pembentukan District Meter Area (DMA). Namun, katanya, persoalan menurunkan NRW cukup kompleks karena bukan hanya terkait kehilangan air secara fisik tetapi juga administratif.

“Saat ini kami fokus pada program penggantian meter pelanggan secara berkala. Dan tak kalah penting, dari sisi akurasi pembacaan meter terus ditingkatkan,” pungkasnya. AZ